Halaman

Minggu, 27 Desember 2009

Dari Kemayaan Yang Nyata



Judul : Surat Cinta Saiful Malook
Halaman : 248 halaman
ukuran : 11 cm x 17,5 cm
Cetakan : April 2006
Penerbit : Escaeva
Pengarang : Risma Budiyani


Novel ini menceritakan kisah percintaan yang dimulai dari dunia maya. Entah bagaimana tokoh Jasmine dan Saiful Malook mulanya berkenalan, yang jelas dituturkan via chatting. Kisah cinta ini diadaptasi dari kisah cinta nyata si pengarang, tapi entahlah apakah ending dalam novel ini juga sama dengan kenyataannya. Kisah cinta yang dituturkan dalam novel ini berangkat dari dongeng rakyat Pakistan tentang asal usul danau Saif Ul Malook atau sama dengan kisah Jaka Tingkir dalam versi dongeng Indonesia.

Awal novel ini cukup berkesan, dimulai dengan alur maju yaitu perjalanan tokoh Jasmine –dimasa depan- ke Pakistan. Namun selanjutnya jadi kisah yang monoton, karena menceritakan kenangan Jasmine akan Saiful Malook dari mula mereka bertemu. Pengarang menceritakan detil perkenalannya dengan Saiful Malook melalui kalimat-kalimat chatting dan surat-surat serta hadiah-hadiah yang saling mereka kirimkan, yang membuat rasa cinta keduanya mengembang bagai bunga-bunga di musim semi.

Sayangnya pengarang terlalu fokus pada kedua tokoh itu saja, tanpa memainkan peran tokoh-tokoh yang lainnya. Misalnya tokoh Ibu, yang digambarkan hanya sesekali menanyai Jasmine tentang hubungannya dengan Saiful Malook, hanya tersenyum jika Jasmine menerima surat dari Pakistan, dan menjadi penunggu setia di Rumah sakit ketika Jasmine sakit. Tidak digambarkan tokoh ibu yang penasaran atau takut kehilangan jika putrinya menikah dengan orang asing. Bahkan tokoh adik dan bapaknya tak dimainkan sama sekali, hanya di pajang saja dalam novel ini.

Selain itu kurang digambarkan sebab musabab Saiful Malook begitu jatuh cinta pada Jasmine, padahal belum pernah berjumpa –hanya lewat selembar foto yang dikirimkan lewat pos- seperti ada kisah yang belum terungkap seluruhnya. Walau tidak bisa dipungkiri, kadang hal seperti ini bisa saja terjadi, karena spektrum cinta membutakan segalanya. Membuat kita bersedia melakukan apa saja untuk kekasih hati.

Lepas dari kekurangan diatas novel ini cukup menarik untuk dibaca, apalagi ini kisah nyata yang syarat hikmah. Pembaca akan mengetahui bahwa Tuan rumah di luar negeri akan memperlakukan kita layaknya keluarga sendiri, jika kita sedang menyambangi Negara mereka –di negara manapun biasanya sama-, pun kita akan mengetahui perbedaan budaya antara Indonesia dengan Pakistan melalui penggambaran yang lumayan lengkap di novel ini, serta kedekatan pengarang dengan duta besar Pakistan yang bernama Syed Mustafa Anwer Husain –yang jadi ayah angkatnya- yang memberi prakata di novelnya, akan cukup membuat pembaca iri karena tak sembarang orang bisa mendapatkan prakata dari seorang duta besar. Apalagi duta besar ini ikut dijadikan tokoh didalam novel ini, yang notabene tahu kisah nyata si pengarang. Tapi seperti yang saya katakan diawal, apakah ending di novel ini sama dengan kenyataan? Hanya pengarangnya yang tahu. Jika memang benar sama, maka ini adalah kisah cinta yang benar-benar mengharu biru. Jika dari awal saya membaca dengan perasaan datar, namun tidak ketika memasuki perjumpaan Jasmine dengan Saiful Malook di Peshawar –saya meneteskan airmata-.

Akhir kata, Bravo untuk mba Risma. Saya ingin tahu kelanjutan yang terjadi pada Saiful Malook. Salam

(Ujung Pulau Sumatra, 25 Desember 2009)

Rabu, 16 September 2009

Negeri Eiffell Dalam Kacamata seorang Sikrit




Buku ini saya kategorikan lumayan bagus, karena mencakup banyak info tentang Paris sehingga pembaca awam seperti saya menjadi mengetahui tentang Paris. Saya sampai mengangguk-angguk ketika paham atau berseru: "oh, segitunya!" atau "Oh, ternyata gitu ya?" atau "Subhanallah..."

info yang kita dapatkan dalam buku ini menjadi kekuatan daya tarik buku ini. yaitu bahwa ternyata salju jarang turun di Paris, bahwa mengganti sebuah kunci rumah harganya hampir sama dengan tiket pulang pergi Paris-Indonesia, bahwa hidup di apartemen penuh dengan suka duka, bahwa pengemis di Paris punya handphone dan dapat tunjangan bulanan, bahwa perayaan kembang api di Paris sangat meriah, bahwa masjid susah dicar disana, bahwa Parisien sangat toleran pada orang islam, bahwa ternyata kode-kode makanan yang mengandung babi sangatlah banyak, bahwa puasa disana bisa mencapai 19 jam, bahwa perjuangan seorang Patrick memperlajari Islam patut diacungi jempol dan bahwa ternyata si penulis sangat mencintai suaminya dan Patrick pun sangat mencintai seorang Sikrit. Kgusus yang terakhir saya simpulkan dari cerita-cerita didalam buku ini yang mengikutsertakan pembicaraan dan pemikiran penulis dan suaminya. sungguh saya jadi terharu.

Selain kekuatan diatas buku ini juga memiliki bebrapa kekurangan, antara lain: dimulai dari cover yang bergambar menara eiffel dan taman di Paris yang menurut saya sudah sangat bagus tanpa harus ditambah dengan gambar wanita berkerudung yang sedang membaca sebuah buku. mungkin pihak penerbit ingin memfokuskan buku ini untuk segmen orang-otang islam saja atau ingin mempromosikan juga buku yang sedang dibaca oleh perempuan berkerudung itu, namun disinilah letak kelemahannya. Jika saja tanpa gambar itu, maka orang-orang -tidak hanya orang Islam- yang melihat cover buku ini akan merasa tertarik untuk mengetahui isinya sehingga berminat membeli. bukankah dakwah itu untuk semua orang? Apalagi info didalamnya sanagt bermanfaat.

Selain itu saya juga mempertanyakan foto-foto didalam buku ini. mengapa tidak dicantumkan sumbernya? siapa yang mengambil foto-foto tersebut? apakah mencopy dari internet? tapi saya rasa bukan begitu, kan? alangkah lebih baik ditulis pula nama fotografernya atau sumbernya.

Lalu, cerita didalam buku ini dibuat tidak berurutan. comtohnya diawal diceritakan tentang tempat penitipan bayi, namun setelah itu diceritakan tentang proses melahirkan di Paris. bukankah lebih asyik membacanya jika berurutan?

kemudian pada halaman 104, bunyi Firman Allah Swt lupa dituliskan, namun tibatiba sudah muncul menjadi kata-kata yang muncul sebagai kata bermakna ditengaha-tengah buku. mungkin ini kesalahan ketika proses pengeditan, tapi tetap saja menambah kelemahan dalam buku ini.

Lepas dari beberapa kelemahan yang saya ungkapkan diatas, buku ini tetap asyik dibaca, karena memang menceritakan sesuatu yang baru dengan gaya yang santai. dan sangat bermanfaat sehingga bisa dijadikan referensi bagi kita untuk mengetahui sesuatu tentang Paris, dan tak rugi jika kita beli untuk melengkapi koleksi buku perpustakaan kita. Merci Beaucop (Dessy)

Rabu, 02 September 2009

PENANTIAN


Hari kini lembayung ungu
Tersisih mega terkirab gulana
Kokohnya tak lagi flamboyan
Luruh di rerimbun usia
O, akankah lembayung menjadi saga di puncak senja?

Juli 2009

Rabu, 12 Agustus 2009

PADA KUMBANG PENGISAP MADU:


Tapi aku tetap menunggumu
Menunggu begitu jenuh
Bahkan menantimu berlari padaku

Juni 2009

MEMORIES (2)


Kepada: Kunang-kunang

Malam belum larut.
Saat ku temukan banyak jejak tercecer
di pelataran pustaka, di beringin tua, di jejeran bangku bis kota,
di gedung bertabur aksara, di sinyal HP tua, bahkan di buih dan pasir pantai.
Semua menjadi pigura hidup.
Hingga ku resah mana yang harus ku ukir
Ragu mana yang harus ku lukis dalam kanvas cerita
Peristiwa tentang kita masih menggumpal di sudut ruang hati
Malam belum larut
Dan aku kembali basah

Juni 2009

Senin, 22 Juni 2009

SOSOK


Dia muncul lagi
Menguak kamar lembab
Menabuh nyanyian
Ngelangut hari

Dia muncul lagi
Menebar senyum peri
Dengan mata bola dan gigi drakula
Mengisap empu kamar

Seperti datangnya
Menguak kamar lembab
Menyisakan lubang luka
tak bertepi

Seperti datangnya
Senyum peri makin peri
Mata bola redup
Cahaya lindap

Sabtu, 30 Mei 2009

PECEL LELE LIA (dimuat harian lampost 15 maret 2009)


Sudah seminggu lebih Lia penasaran. Bermula dari cerita teman sekelasnya yang bernama Ayu, tentang pecel lele. Ayu bilang, mamanya membuat pecel lele saat acara arisan keluarga, pecel lele itu nikmat sekali apalagi jika dimakan dengan nasi pulen yang mengepul. Mendengar cerita Ayu, Lia meneguk liur berkali-kali. Pasalnya ia sangat suka dengan pecel, apalagi jika bumbu kacangnya banyak, rasanya akan semakin mantap. Lia meneguk liur kembali. Tapi ia baru mendengar, kalau ada yang disebut pecel ikan lele.
“Maksudmu, ikan lele di pecelin gitu? Tanyanya penasaran
“Iya, dinamakan pecel lele karena ikan lele yang di jadikan bahan pecelnya” jawab Ayu
“Emangnya ikan yang dipecelin bisa enak ya?”
“Hmm…iya, apalagi kalau ikannya garing. Jadi tambah renyah lho. Coba deh minta mamamu membuatkannya. Kalau aku suka banget pecel lele yang pedes, enak sih” sahut Ayu sambil merem melek seakan sedang mengingat saat makan pecel lele.

Lia meneguk liur kembali. Ia membayangkan sebuah ikan lele dipotong kecil-kecil. Pastinya ikan itu digoreng dulu, setelahnya baru dicampur dengan bahan-bahan pecel seperti kacang panjang, bayam, tauge, tahu, dan lain-lain. Lalu diaduk dengan bumbu kacang yang kental, selanjutnya dinikmati dengan nasi atau boleh juga dengan lontong. Kan biasanya pecel di makan dengan lontong. Hmm, Lia kembali menenguk liurnya. Tentu saja nikmat sekali, pikirnya.

Karena penasaran sekali ingin mencicipi pecel lele, Lia membujuk mamanya untuk membuatkan. Tapi mamanya sedang tidak bisa, karena harus pergi keluar kota selama tiga hari. Ada seminar yang harus diikuti oleh kantor mamanya dan mamanya dijadikan utusan untuk mewakili kantor.
“Nanti kalau Mama sudah pulang, kita kan membuat pecel lele bersama-sama. Mama janji, oke?” tawar mamanya
Lia hanya terdiam dengan mulut mengerucut karena kecewa.
“Jangan ngambek dong, Lia lebih cantik kalau tersenyum” kata mama merayunya

Akhirnya Lia pun tersenyum dan menyetujui usul mamanya, walau ia harus menunggu selama tiga hari dengan rasa penasaran yang makin meningkat. Tapi ia harus sabar, menunggu kepulangan mamanya. Lia percaya pada janji mamanya, karena mamanya tidak pernah berbohong.
*****
Kemarin mamanya sudah pulang dari kota. Hari ini Lia, mama dan papa akan pergi ke pasar. Papa juga bisa ikut ke pasar, karena hari ini hari minggu, hari libur kerja.

Mama bilang pecel lele akan lebih gurih kalau ikannya masih segar, oleh sebab itu Mama mengajak Lia ke pasar ikan pagi ini. Lia diam saja, yang ada dalam benaknya, ia akan segera merasakan nikmatnya pecel lele.

Setelah membeli ikan lele, mama mengajaknya ke arah pasar sayuran. Disana mama membeli daun selada, daun kemangi, mentimun, daun kol, tomat, cabe serta jeruk purut.
“Agar mulut tidak berbau amis” jawab mama ketika Lia menanyakan kenapa mamanya membeli daun kemangi dan jeruk purut.

Sesampainya dirumah, Lia ditugaskan untuk mencuci daun selada dan kemangi. Daun selada dan kemangi harus dicuci di air yang mengalir, agar kotorannya tidak melekat dan juga agar ulat daun bisa terlepas dengan mudah. Sementara, mamanya mendapat tugas untuk mengulek sambel dan menggoreng ikan lele yang sebelumnya sudah dibersihkan oleh ayahnya.

Lia bingung, mengapa tidak ada bahan-bahan pecel lainnya. Akhirnya untuk menghilangkan kebingungannya, ia bertanya pada mamanya.
“Ma, kok ga ada kacang panjang, bayam dan sayuran lainnya yang biasanya mama pakai untuk buat pecel?”
“Karena kita sedang mebuat pecel lele, bukan pecel sayur” jawab mamanya sambil tersenyum.
Tapi Lia belum puas dengan jawaban mamanya, maka ia bertanya kembali “Tapi bumbunya pake bumbu kacang kan? Kok belum di ulek Ma?”
“Ini sedang mama ulek, bumbu yang pedes tapi nikmat”
“lho kok?” lia bengong mendapati jawaban mamanya dan lebih bengong lagi melihat papanya terkekeh.

Mama hanya tersenyum geli, Mama tahu kalau Lia belum pernah makan pecel lele, jadi Lia belum tahu kalau pecel lele adalah ikan lele goreng yang dimakan dengan sambel mentah serta lalapan. Dan mama sengaja membiarkan Lia penasaran.

“Lihat nanti, kalau pecel lele ini sudah siap, Lia juga akan tahu”
Lia menunggu dengan sabar, walau rasa penasaran tetap menggayutinya. Tapi ia senang akhirnya ia bisa mencicipi pecel lele seperti yang diceritakan Ayu.

Dan akhirnya…
“Pecel lele siap dihidangkan, mari kita cicipi” suara mama membuyarkan lamunannya.

Lia berlari ke ruang makan dan tertegun melihat hidangan di atas meja. Matanya tertuju pada mamanya dan menuntut sebuah penjelasan.

“Yups, inilah pecel lele, Lia. Yaitu ikan lele yang digoreng, disantap dengan sambel mentah dan lalapan segar. pecel lele hanya namanya saja, bukan berarti pecel sayuran ditambah ikan lele.”Mama menjelaskan

Dan Lia pun mengangguk-angguk. Ia baru mengerti tentang pecel lele setelah mamanya menjelaskan. Ternyata bukan seperti bayangannya selama ini.
“Ayo, kita nikmati” ajak papanya
“Ayo” sahut Lia dan mama bersamaan
Sambil menikmati pecel lele, Lia ingat cerita Ayu. Ternyata benar, pecel lele itu nikmat sekali. Lia kini bisa ikut bercerita jika Ayu bercerita kembali tentang pecel lele.
*****
-SELESAI-

Kamis, 21 Mei 2009

Benda langit (=) kita




Ternyata ada arti dari benda-benda yang ada di jagad raya. Entah siapa yang mencetuskannya dan entah darimana ada kesimpulan tersebut. Apakah melalui jarak, pola bentuknya, keadaan benda tersebut, namanya atau bahkan warnanya. Entahlah saya juga tak tahu. Tapi akan saya berikan arti dari planet tersebut yang dikirimkan seorang kawan pada saya.

Merkurius = tenang – ramah
Venus = anggun – pusat perhatian
Bumi = cuek – susah di tebak
Mars = keras kepala – berani
Jupiter = ceria – perhatian
Saturnus = manis – menarik
Neptunus = sopan – dewasa
Uranus = super – pintar
Pluto = pendiam – misterius
Satelit = jauh – angkuh
Komet = aneh – gak waras – teoritis
Asteroid = nakal – kritis
Bintang = sabar – senyum – lucu – polos – lugu
Matahari = pemarah – suka ganggu – bahaya – ganas
Bulan = santai – damai – ga aneh-aneh

Mungkin kita bisa bertanya pada teman kita, termasuk benda langit manakah kita?

Jumat, 15 Mei 2009

Sakura Spring




Drops of water fell on the sakura
The wind blew hard
The sun makes light
Don’t make the tears become rock

Rabu, 22 April 2009

BIRU, COKLAT dan UNGU


"Diloyang transparan. Pembuatmu hebat, siapa gerangan? agar-agar ciptaan koki." Hehe…

Saya tidak bermaksud untuk membuat kue agar disini, melainkan ingin membicarakan tentang warna. Biru, coklat dan ungu adalah tiga warna favorit saya. Dari semua barang yang saya punya, ketiga warna tersebut pasti ada. Tapi anehnya, ketika saya merencanakan membeli barang, pasti warna yang saya pilih berbeda dengan yang saya rencanakan. Contohnya begini, pada suatu hari saya berencana membeli baju, rok dan jilbab warna biru, eh begitu di ‘butik kita’ (bambu kuning-red) saya akhirnya membeli warna coklat, padahal saya sudah berkeliling sampai pegal. Lain lagi ketika saya merencanakan membeli barang dengan warna ungu, akhirnya saya malah membeli barang berwarna biru. Lalu ketika berencana membeli barang dengan desain coklat, lagi-lagi mood saya melenceng ke warna ungu.

Jadi kalau saya perhatikan, baju, jilbab, sepatu atau sandal saya yang ga bisa dibilang koleksi –sangking dikitnya- rata-rata berwarna coklat. Sementara aksesoris tempat indekost atau aksesoris lainnya –mulai dari karpet beludru, gorden, handuk, kotak pensil, hanger, lemari, sisir, tali HP, tempat sabun, dan aksesoris lainnya- berwarna biru. Sedangkan barang-barang seperti sabun, shampoo, sikat gigi, kaca, spectra dinding, rata-rata berwarna ungu.

Saya sih suka biru walau orang bilang warnanya konservatif, tapi menurut saya kesannya bisa dipercaya, nyaman, rapi dan bisa diandalkan. Sedangkan coklat, seperti terkesan manis dan nyaman –halah gayamu, cik- sementara untuk ungu banyak yang bilang itu warna janda. Idih bagi saya sih ga menjamin, kalau melambangkan ketegaran sih oke-oke aja selain itu kesannya agak misteriuslah, secara warna ungu kan jarang dijumpai dilapisan bumi atau di warna-warna bunga. Oh ya alasan lainnya karena ungu warna bendera fakultas saya.

Nah, gara-gara saya suka biru. Ada teman saya yang sampai menjadikan saya sebagai objek lelucon. Ia mengirim sms ke beberapa teman tentang sebuah blog yang warnanya biru dan dikelola oleh salah seorang teman saya yang lainnya. Ia berargumen mengatakan alasan blog tersebut dibuat biru mungkinkah karena saya? walau selanjutnya ada warna lain yang dijadikan dalih. Saya hanya tertawa ketika mengetahui sms tsb dari seseorang -saya yang dijadikan objek, kok saya ga dikirimi sms ya- ck…ck… sehebat itukah pesona biru! Sedikit kecewa dengan teman saya itu, padahal saya tidak pernah mempermasalahkan warna favoritnya –pink- bagi saya pink adalah warna romantis, yang melambangkan cinta, lemah-lembut dan feminim banget, sementara saya ga gitu, makanya ga cocok dengan pink.

Tapi kalau pink jatuh di sakura, saya sih suka aja. Pada dasarnya saya suka sakura, jadi apapun warnanya saya tetap suka. Oh iya satu lagi, untuk hal-hal tertentu saya suka warna hitam, karena kesannya elegan, klasik dan cocok dengan apapun, jadi saya ga perlu bingung cari padanannya. Tapi diatas itu semua saya paling suka warna biru.

Warna adalah hak individu, siapapun boleh memilih sebuah atau lebih warna sebagai favoritnya. Tapi jangan pernah jadikan pilihan orang lain sebagai ejekan atau lelucon semi ejekan. Bukankah kita bukan bangsa Amrik yang membedakan kulit putih dan kulit hitam? Bukankah walau berbeda-beda kita tetap satu jua? Salam tuk pink’s lover, saat sms itu disebar apakah gerangan pemicunya?

Rabu, 15 April 2009

Protes Pada Cerpen 'SLSD' Saya

Suatu siang di akhir februari 2009, seseorang menelpon saya setelah membaca cerpen saya yang berjudul ‘Senandung Lirih Setengah Dien’ yang saya pajang di castile saya ini. Ia protes, tak rela jika saya menggambarkan mekhanai lampung seperti didalam cerpen saya itu. Ia bilang semua mekhanai sumatra seperti itu, jadi bukan hanya mekhanai lampung saja. Saya tertawa mendengarnya. Saya biarkan ia mengutarakan semua pendapat dan kegundahannya, karena saya tahu ia adalah seorang muli lampung.

Ia bilang tak mungkin seorang muli bisa hidup dengan mekhanai yang tak disukainya. Jikapun seorang muli ‘dilarikan’ maka ia bisa saja berontak atau kabur atau membawanya pada hukum yang berlaku. Seorang mekhanai pun tak bisa seenaknya ‘melarikan’ muli jika tak ada persetujuan dari si muli.

Setelah ia tumpahkan semua protesnya, barulah saya angkat bicara. Saya bilang bahwa cerpen itu saya tulis berdasarkan fakta nyata yang banyak terjadi di kampung halaman saya (kotabumi-pen). Saya perlu waktu cukup lama untuk menuliskan cerpen tersebut, sampai saya bertanya langsung pada muli-muli lampung teman saya dan juga ibu mereka. Saya akui cerpen itu belum sempurna, masih banyak yang bolong disana – sini, tapi cukup menggambarkan kondisi nyata yang banyak terjadi dikampung saya.

Ketika seorang muli dilarikan (diambil paksa–pen), dan ia tak berhasil kabur hari itu juga, maka hukum pun sudah tak berlaku lagi. Mengapa? Karena keluarga yang muli nya dilarikan sudah tak berani lagi mengambil muli nya itu, pasalnya si muli sudah lewat semalam disembunyikan. Jika mereka melaporkan ke aparat polisi atau mengurusnya via hukum yang berlaku maka piil mereka akan direndahkan oleh adat. dengan kata lain, jika mereka berhasil membawa kembali muli nya dengan jalur hukum maka bersiaplah menerima berita miring tentang muli nya yang tak lagi suci –walaupun mungkin belum disentuh oleh si mekhanai- dan bersiaplah pula untuk dikucilkan oleh adat karena telah mencemarkan adat mereka.

Nah di adat lampung (suku lampung adat pepadun) piil adalah harga diri yang harus dijunjung tinggi, harga mati yang tak bisa ditawar-tawar. Maka tak ada yang akan melaporkan peristiwa muli yang ‘dilarikan’ jika telah lewat semalam, kalaupun ada tentunya mereka adalah keluarga modern yang tak lagi menjunjung adat lama.

Mendengar penjelasan saya, muli yang menelpon saya tetap tak bisa percaya jika semua itu nyata. ya, saya katakan itu yang terjadi di kampung halaman saya. Jika tak percaya cobalah menetap disana dan rasakan betapa was–was nya orang tua suku lampung yang punya anak muli yang telah berpenghasilan tetap atau punya kerja yang lumayan. Karena biasanya muli yang seperti ini akan menjadi incaran si mekhanai. Tapi tentu saja tak semua mekhanai lampung seperti itu, ada juga kok yang menggunakan cara yang lebih baik untuk meminta seorang muli menjadi pasangan hidupnya, dengan cara melamar langsung atau ‘larian’ (sebambangan – pen).

Ya, akhirnya pembicaraan siang itu diakhiri dengan penerimaan si muli pada penjelasan saya, bahwa cerpen itu dibuat berdasarkan fakta-fakta nyata dan bukan asal tulis. Senang deh ada yang protes gitu, jadi bisa mengeluarkan suatu hal yang belum bisa terceritakan seluruhnya di cerpen, apalagi muli ini berjanji akan terus membaca tulisan yang dipajang di Castile ini dan akan mengomentari. Hehe…Nantikan tulisan saya yang lain: ‘Larian Vs Dilarikan’

Senin, 30 Maret 2009

MIRACLE REZEKI


Pernahkah kalian mendapat Miracle Rezeki? Yaitu rezeki yang diatur sebagai miracle bagi kita. Dimana rezeki tersebut didatangkan pada kita setelah kita tidak pernah lagi memikirkannya atau tidak pernah lagi berharap mendapatkannya. Rezeki itu harus melalui rentang waktu yang cukup lama, dan penuh lika-liku. Ibarat perjalanan kera sakti Sun Gu Kong bersama sang guru yang penuh rintangan.

Saya pernah mengalaminya. Antara lain, ketika saya tidak lulus test masuk sekolah kesehatan di Kotabumi –saat itu saya tinggal di desa nun jauh di pegunungan Lampung Barat, tujuan saya adalah sekolah dikota- tapi ternyata saya tidak lulus test, dan saya sempat nangis bombai seolah hilanglah harapan saya menjadi anak kota. Selang setahun setelah mengenyam 1 tahun masa SMU didesa, tanpa disangka ayahanda dipindahtugaskan ke ibukota Lampung Barat, sehingga saya dan keluarga memutuskan pindah ke Kotabumi-Lampung Utara (Kampung halaman Ibunda). Nah, akhirnya saya skul di kota. Bagi saya ini adalah Rezeki Miracle.

Saat menanti kelulusan SMU, semua teman saya bergentayangan dilembaga-lembaga bimbel sampai ke provinsi segala agar bisa lulus UMPTN, sementara saya harus rela belajar otodidak. Tapi ternyata saya tak perlu ikut UMPTN, karena saya lulus PMKA. Nah ini miracle rezeki lagi bagi saya, secara saya kan anak pindahan, tapi kok bisa tembus PMKA? Saya aja ga tau kalo saya gol PMKA, saya tau nya juga dari tetangga yang langganan koran, itupun jauh setelah pengumuman. Dasarnya rezeki, ya gak lari walau gak dikejar.

Trus saya kan pengen banget jadi wartawan, eh saya ikutan koran kampus mpe jadi pengurus segala. Pengen banget tulisan saya dimuat di koran, alhamdullilah beberapa sudah dimuat. Pengen banget bisa siaran di radio, akhirnya bisa juga siaran saat berjibaku mengurus FLP. Pengen banget bisa ke Jakarta lagi –cupu banget ya?- akhirnya saya juga bisa ke Jakarta. Nah saya namakan semua itu Miracle Rezeki.

Lalu ketika saya berkutat dengan skripsi, dari awal saya sudah mengancang-ancangkan untuk mendapat pembimbing Mr.Good, tapi ternyata saya malah di lempar ke Mr. Tango sampai sekitar 2,5 tahun menari-nari Tango. Lalu setelahnya saya baru bisa kembali pada Mr. Good. Nah ini juga Miracle Rezeki. (lengkapnya baca versi Kisah 1-10)

Lalu saya juga pernah menawarkan sebuah pekerjaan kepada teman saya. Awalnya pekerjaan itu ditawarkan pada saya, tapi karena saya masih punya kewajiban ditempat kerja saya maka saya tidak bisa menerima tawaran tersebut. Akhirnya saya tawarkan kepada teman saya yang lain. Dan saya tidak pernah mengungkit-ungkit kepada teman yang saya tawari kerja tersebut bahwa dia bisa kerja disana karena saya, saya bahkan tidak mengingat-ingat hal itu. Itu sih rezeki dia, sementara saya hanya perantara saja. Tapi ternyata teman saya ini terlalu peka, jadi ia terus merasa berhutang budi dan takut saya ungkit-ungkit. Setelah saya tegaskan tidak akan melakukan hal itu, ia sih percaya akhirnya –katanya lho- dan saya memang tidak pernah mengungkit-ungkit hal itu, walau kerja saya diambang krisis. Singkat cerita, setahun berlalu atau mungkin lebih, teman saya mendapat pekerjaan ditempat yang lain, Ia akhirnya mengembalikan pekerjaan yang dulu pernah saya tawarkan padanya. Ini juga Miracle Rezeki bagi saya, datangnya tidak diduga, saat saya memang butuh.

Bagaimana dengan anda, apakah anda pernah mendapat Miracle Rezeki?

Senin, 23 Maret 2009

Pesawat Luar Angkasa (=) Saya


Suatu hari saya pernah meminta pendapat ke beberapa teman, saya menanyakan apa pendapat mereka tentang saya. Senangnya mereka memberitahu baik dan buruknya sikap saya, sehingga saya bisa introspeksi diri. Namun ada seorang sahabat yang mengatakan saya sebagai ‘pesawat luar angkasa’ karena cara berpikir saya dan dia jauh berbeda, kadang-kadang jadi susah, katanya. Dengan kata lain saya salah dimata dia dan tak punya kebaikan sama sekali. Saya kecewa dengan jawaban dia, karena selama ini saya berusaha mengimbangi pikirannya yang melesat-lesat naik-turun tanpa juntrungan. Kalau semua teman saya yang lain mengeluhkan dia karena suka seenaknya, kadang ga mikirin orang lain dengan gaya berpikirnya itu, saya dengan legowo mencoba menetralisir agar teman-teman yang lain bisa menerima keberadaannya dan cara berpikirnya –yang menurutnya hebat sekalee- itu.

Tapi karena pernyataannya tentang ‘pesawat ruang angkasa’, saya jadi ilfill dengan dia. Di beri hati kok malah nusuk jantung. Akhirnya saya mendiamkan dia dan tak pernah merespon apapun dari dia. Saya hanya ingin memberi pelajaran padanya, agar dia sadar bahwa dia bukanlah orang yang sangat sempurna, yang tak punya cela. Agar dia menyadari orang-orang yang selama ini berada bersamanya dan selalu berusaha mendukungnya. Saya hanya bilang, “Kamu beruntung berteman dengan saya, karena pesawat ruang angkasa hanya sedikit jumlahnya dibanding pesawat lainnya, dan tak sembarang orang bisa berada didalamnya.”

Entah karena ia merasa kehilangan saya atau karena ia menyadari kesalahannya, suatu petang ia mengirim sms pada saya, “Smg smua marah, kesal, ketidakpuasan, ketidaklegaan, benci, sakit hati, sirna bersama sore ini dan hilang dlm pekat malam. Maafkan daku atas semua salah. Dari lubuk hati paling dalam, tuntaskanlah smua marah, akan terima dan dengar, buatlah daku berubah, terimalah aku kembali seperti dulu” halah, halah, kumatlah ia bersajak. Pada dasarnya saya tak bisa berlama-lama marah atau sakit hati ataupun mendiamkan sahabat saya, jauh sebelum ia meminta maaf, saya sudah memaafkannya. Beruntunglah ia bersahabat dengan saya, si ‘PESAWAT LUAR ANGKASA’.

Rabu, 18 Maret 2009

WARNAI HIDUP DENGAN PENA


Pejamkan mata, lalu bayangkan sebuah jungkat-jungkit dengan seorang anak di salah satu ujungnya. Hanya seorang saja. Apa yang akan terjadi? Apakah Jungkat-junkit itu bergerak naik turun? Tentu saja tidak. Jungkat jungkit itu hanya diam karena tak ada beban pada ujung yang lainnya.

Kemudian bayangkan sebuah rumah yang dihuni oleh beberapa anak dengan hanya satu orang tua, ayah saja atau ibu saja. Apa yang akan terjadi jika mereka hanya dibesarkan oleh ibunya saja? Apa yang akan terjadi bila yang mendidik mereka hanya seorang ayah saja? Tentunya karakter yang akan mendominasi mereka adalah karakter orang yang mendidiknya yaitu karakter sang ibu atau sang ayah.

Kemudian lihat apa yang terjadi pada anak-anak yang dibesarkan dengan pemenuhan kebutuhan lahir saja tanpa dilengkapi dengan pemenuhan kebuthan batin. Tentu saja anak-anak yang seperti ini merasakan kegersangan hidup. Kesimpulan dari ketiga ilustrasi di atas bahwa dalam kehidupan ini telah terjadi ketimpangan atau ketidakseimbangan.

Dalam hidup dibutuhkan keseimbangan agar kita dapat berjalan tegak, tidak pincang sebelah. Lalu bagaimana cara menyeimbangkan hidup kita? Sebagaimana pepatah mengatakan banyak jalan menuju Roma, maka banyak cara menyeimbangkan hidup. Salah satu cara yang mudah adalah dengan menulis. Mengapa hal ini mudah? Karena menulis tidak perlu adu otot untuk melakukannya.

Misalnya saja ada seorang pelajar yang hampir setiap hari mengalami kejadian yang sama di waktu yang hampir bersamaan. Di sekolah ia dianggap sebagai murid bodoh karena nilai-nilai yang tak pernah bagus, di organisasi tak ada yang mau mendengarkan pendapatnya, dan dirumah ia harus melihat kedua orang tuanya bertengkar dan ketika ia mencoba melerai justru terkena hantaman sang ayah. Begitu terus setiap hari, masalah bertubi-tubi singgah dan mengendap di kepalanya. Lalu apa yang harus ia lakukan? Ia sudah tidak tahan lagi dan ingin segera melepaskan beban di kepalanya.

Ada dua kemungkinan untuk meringankan bebannya. Cara pertama yaitu dengan berpikir negatif bahwa tak akan ada yang mau mendengarkannya karena ia dianggap bodoh. Tak ada yang peduli padanya maka apapun yang dilakukannya tak akan ada pengaruh pada siapapun. Lalu ia memeutuskan untuk menjadi anak genk, memimpin tawuran, menjadi pecandu narkoba, dan akhirnya overdosis, kemudian meninggal dalam kesia-siaan. Na’uzubillah.

Cara kedua yang dapat dilakukannya yaitu dengan berpikir positif. Meyakini bahwa suatu saat nanti ia bisa menunjukkan kemampuannya meskipun saat ini belum ada yang mau mendengarkannya dan percaya padanya. Maka ditumpahkanlah semua beban dikepalanya dengan menggerakkan pena, menuliskan semua keluh kesah, harapan, dan pendapatnya di lembaran-lembaran kertas sebuah buku. Lalu apa yang akan terjadi? Ia menjadi seorang penulis yang tulisannya selalu ditunggu para pembacanya.

Begitu pula dengan kita, sebagai umat islam kita mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kebenaran. Nabi bersabda bahwa sampaikanlah walau Cuma satu ayat. Kita bisa menyampaikannya secara lisan maupun tulisan. Melalui tulisan kita dapat mengemas kata-kata yang mudah dipahami, yang bisa menggugah seseorang tapi tidak menggurui.

Saat ini banyak kejadian atau peristiwa yang menyudutkan umat islam, terutama serangan gozwul fikri yang semakin bertubi-tubi. Tugas kita adalah membuat penangkisnya. Kita harus mencoba menjadi yang terbaik dengan memberikan pencerahan kepada saudara-saudara kita agar mereka tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan. Kita dapat membantu mereka agar tidak mudah terbawa arus sehingga akan tercipta generasi yang kuat, kokoh, dan tangguh.

Kita harus membuka pikiran dengan wawasan yang seluas-luasnya. Mengungkapkan fakta yang baik dan yang buruk dengan cara yang cerdas. Salah satunya dengan menulis. Yakinlah bahwa setiap pembaca itu pintar. Mereka dapat menangkap apa yang dimaksud, dengan cara inilah kita telah menyiapkan tentara yang siap bertempur dengan jiwa dan raganya.

Selain itu, dengan menulis akan menyeimbangkan otak kanan dan kiri, dapat mempengaruhi pola piker dan mental seseorang baik secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh tulisan tersebut dapat membekas menjadi suatu kepribadian, dengan kata lain dunia kepenulisan dapat menciptakan suatu sikap mental, idiologi, keyakinan bahkan menitipkan harapan. Tak penting apa yang kita tulis, yang terpenting pesan apa yang akan kita sampaikan kepada pembaca.

Oleh karena itu, mulailah untuk mengasah dan menajamkan pena kita agar dapat menorehkan kebaikan meskipun dimulai dengan orang-orang terdekat, meski hanya untuk teman-teman kita sendiri bahkan meski hanya untuk hal yang ringan. Seimbangkanlah hidup dengan penamu! Warnailah dunia ini! Bangkitkan generasi melalui tulisanmu, maka ketahuilah bahwa sebuah perjalanan 1000 mil telah kau mulai.

Senin, 16 Maret 2009

Hujan Patah

Hujan patah menganga
Butirnya serbu riak
Menyentuh tanah
Membelai rumput
Mencipta aroma basah

Hujan patah sebab
Mentari merengut
Melahap habis senja
Meneriaki bulan agar menari di angkasa
Namun
Bulan takut basah
Mendekam di selimut hari
Membeku di patahan hujan

Kamis, 12 Maret 2009

KAYA MISKIN SAMA?

Mereka berteriak negara
Pailit jelang miskin
Tak ada kaya-miskin
Semua sama

Mereka menjerit histeris
Gasoline harus ganti Elfiji
Orasi kencang harus prihatin
Kompor gas disulap mesin
Kaya-miskin wajib beli

Mereka bilang, kita semua miskin
Namun ribuan roda dua dan empat dipasok
Kencang measuk negara pailit
Drastic tinggi
Lalu siapa yang miskin?

Mereka bilang kaya-miskin sama
Namun makin banyak
Yang berlari di trotoar
Menagih penyumpal lapar
Menggelepar di emperan toko
Benarkahkah kaya-miskin sama?

Mereka bergumam
Akan banyak tikus buncit perutnya
Mencoba berdasi
Dan kaya total
Akan banyak curut tak berperut
Menggunting goni
Total melarat
Bah!
Mereka berdesis sinis
Kaya total
Miskin total
Jalan tengah, jalan satu-satunya
(Beteen 291206)

Selasa, 10 Maret 2009

Ada Apa Dibalik Sepatu Cinderella?


Kalian pasti tahu kan dengan dongeng Cinderella? Yups, pasti kalian jawab: Iya doooong! Cinderella adalah si Ella yang selalu berkutat dengan abu (baca: cinder), tapi disini saya bukan ingin bercerita tentang Cinderella yang beruntung itu. Melainkan tentang sepatu kacanya yang tidak berubah setelah lonceng tengah malam berdentang. Suatu hari saya sengaja sms ke puluhan sahabat dan teman saya di tanah air (ciyee, gaya loe…huek!), banyak yang tidak bisa menjawab, tapi yang menjawab juga tak kalah banyaknya J

Ada yang bilang, “karena sepatu kacanya hilang satu, jadi zona sihir si Peri ga nyampe ke sepatu yang hilang itu, makanya ga bisa berubah”. Ada yang gokil menjawab, “karena sepatunya dah jadi mualaf jadi ga mempan sihir”. Ada yang asal menjawab, “mungkin sepatu kaca emang punya kekuatan magic yang luar biasa banget, atau bisa juga karena yang pake sepatu tuh Cinderella, coba kalau yang lain?” Ada juga yang sok serius, “kisah tuh tergantung pada darimana kita melihatnya, karena takdir mungkin. Karena kalau sepatu kacanya berubah jadi sandal jepit, semua orang bisa pake kan? Ga perlu ada sayembara segala.” Ada juga yang sangat serius sekaleee dan puaaanjang banget menjawab, “Karena Cuma sepatu kaca itu benda asli pemberian Si Peri, jadi meski dah lewat tengah malam, ga ngaruh. Sedangkan yang lainnya adalah manipulasi sihir. Kehadiran cinta harusnya bisa membuat kita lebih menjadi diri kita sendiri. Karena ada tuh istilah Cinderella Sydrom (CS) yang mendoktrin setiap wanita bahwa akan ada seorang pangeran yang akan melengkapi dirinya-hingga akhirnya lupa bahwa dia sudah lengkap dengan atau tanpa pangeran itu. Wanita itu istimewa jadi ga selayaknya dia melemahkan dirinya dengan angan-angan CS.” Lho? Lho? kok jadi ngomongin cinta ya?? kenapa sinis kedengarannya? Ternyata usut punya usut, ia pernah dibuat sakit hati oleh pangerannya.

Lepas dari semua jawaban diatas, saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya, bahwa sepatu kaca hanyalah perantara antara si Cinderella dengan si Prince Charming. Dengan kata lain, akan ada perantara –baik orang maupun benda ataupun sesuatu hal- yang akan menghubungkan kita dengan pasangan hidup kita kelak. Dan kita tak pernah tahu ataupun menyadari keberadaan perantara tersebut, sampai ketika kita bertemu dengan pasangan hidup kita. Barulah saat itu kita akan bergumam, “Ternyata kamu yang …” atau “Karena kamu aku bisa ketemu dia…” atau “kita ketemu, gara-gara ….” Dan gumaman sejenis lainnya. So, tenang aja deh kalau kita belum menemukan pasangan hidup kita. Kita nikmati masa penantian itu dengan kegiatan yang bermanfaat dengan kata lain enjoy our life, fren!!!

Minggu, 08 Maret 2009

Bola-bola Mie




Bahan:

Supermi rasa Bakso 1 Bungkus (diremas kecil-kecil)
Wortel 3 buah (diiris tipis kecil dan memanjang)
Seledri & daun bawang secukupnya (diiris kecil-kecil)
Penyedap Rasa
Terigu ¼ kg
Minyak Makan secukupnya

Cara Membuat:

1. Masak 2-3 gelas air mentah sampai mendidih. Lalu masukan supermi yang. Aduk, lalu masukkan wortel. Masak hingga matang.
2. Masukkan semua bumbu yang ada dalam bungkus supermi, aduk hingga rata
3. Masukkan penyedap rasa secukupnya dan daun bawang serta seledri, aduk rata.
4. Masih di atas api, masukkan terigu dan aduk hingga rata. Lalu angkat adonan.
5. Panaskan minyak makan
6. Bentuk bola-bola sedang dengan mengunakkan sendok, kemudian goreng kedalam minyak panas (seperti menggoreng bakwan)
7. Angkat jika sudah matang.
8. Nikmati rasa Bola-bola supermi yang renyah
9. Akan lebih nikmat jika di makan bersama kuah cuka.

Note: Anda boleh mencoba rasa supermi yang berbeda. Saya bahkan
menggunakan mie selain supermi, misalnya Mie sedap kari, soto,
dsb.

Minggu, 01 Maret 2009

DERITA TKW, DERITA INDONESIA


Judul : Luka di Champs Elysees

Pengarang : Rosita Sihombing

Penerbit : Lingkar Pena Publishing House

Terbit : Agustus 2008

Tebal : 188 Halaman


”.... aku sedikit mengerti mengapa kebanyakan para majikan Arab tak pernah jera menzalimi para TKI. Kemungkinan besar karena para TKInya sendiri, seperti diriku, tidak pernah protes atau membangkang.” (hal 31)

Kalimat diatas adalah pikiran sadar tokoh yang bernama Karimah, setelah ia pun mengalami tindak kekerasan seperti para Tenaga Kerja Wanita (TKW) umumnya. Novel ini berkisah tentang lika-liku TKW di luar negeri. Karimah, awalnya adalah TKW yang bekerja di Riyadh, yang kemudian melarikan diri di Perancis ketika ikut majikannya berlibur. Karimah melarikan diri karena tidak tahan dengan perlakuan majikan perempuannya – Madame Haifa. Ia nekad kabur di Perancis, tempat yang tidak ia kenal sama sekali bahkan bahasa Perancis pun ia tak bisa. Welcome to the Jungle, adalah ungkapan yang tepat untuk pelarian Karimah.

Memukau, itu kesan pertama bila kita melihat sampulnya. Selain itu, isinya juga khas. Mengangkat kisah para TKW kita. Bagaimana cara mereka bertahan hidup sebagai imigran gelap, keputusan – keputusan yang naif, norma-norma agama yang terkikis, bahkan mimpi-mimpi sederhana mereka di negeri orang.

Sebagaimana kita ketahui, pemberitaan tentang kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikan, pelecehan seksual, bahkan sampai berujung kematian yang dialami oleh TKW telah banyak menghias media massa di negara kita. Namun yang berhasil menuangkannya ke dalam jalinan kata berbentuk novel, barulah kali ini. Maka layaklah jika novel ini disebut sebagai novel pertama yang mencetuskan kisah tentang nasib TKW Indonesia di luar negeri.

Novel ini diceritakan dengan bahasa yang sederhana, pendapat dan pikiran yang sederhana, bahkan alurnya pun dibuat sederhana, sesederhana pemikiran para TKW umumnya. Saya pikir jika novel ini diceritakan menggunakan bahasa sastra yang njelimet, maka cerita khas TKW pun tak kan terasa nuansa pemikiran tradisionalnya.

Saya salut pada pengarang, yang walaupun menetap di Perancis, tetap memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi pada negara Indonesia khususnya kampung halamannya, Lampung. Bisa dilihat dari penetapan tokoh utamanya yang berasal dari Lampung, tepatnya daerah Pasar Tugu Bandar lampung. Jarang sekali ada penulis yang ingin mencantumkan tempat yang belum terkenal dalam novelnya – umumnya tempat-tempat yang sering di gunakan adalah tempat-tempat di Pulau Jawa- mungkin khawatir tidak dikenal masyarakat luas, yang pada akhirnya akan berimbas pada penjualan novelnya. Namun inilah kelebihan pengarang ’Luka di Champs Elysees’ ia berani menampilkan latar yang benar-benar baru sebagai tempat asal mula tokoh utamanya.

Barangkali jika ingin menelisik kekurangannya, saya pikir terletak pada teknik penggarapannya. Belum lincah dan agak kaku. Bagaimanapun juga karya fiksi berbeda dengan buku nonfiksi. Setiap peristiwa dan tokoh yang ada di dalamnya tentu punya peran dan fungsi masing-masing, tak sekedar numpang lewat. Pengarang dalam hal ini bertindak sebagai Tuhan atas karyanya, punya kekuasaan untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi terhadap setting, peristiwa, tokoh, tema, alur, dsb.

Karakter tokoh dalam novel ini belum digambarkan dengan detail dan konkret, hanya berupa paragraf talk, sehingga terkesan hitam – putih saja. Madame Haifa, tidak digambarkan sebagai tokoh antagonis secara utuh, Hamed yang menjadi pasangan kumpul kebo Karimah tidak digambarkan secara detail emosi, pikiran dan perasaannya, Enah, Icha, bahkan Imel hanya di jadikan tokoh pelengkap yang hanya sedikit saja mewarnai cerita, apalagi Pardi dan Tari –suami dan anak Karimah di Lampung – hanya sekilas saja digambarkan dengan dialog di akhir cerita. Emosi para tokoh tersebut tidak digambarkan dengan detail sehingga tokoh-tokoh yang ada di dalam novel ini belumlah menjadi tokoh yang punya kepentingan dan kehidupan personal. Masih banyak ruang-ruang kosong dalam cerita, seperti ada yang putus atau sengaja dihilangkan sehingga menyebabkan jalinan cerita kurang utuh. Pada bagian tertentu, pengarang seolah hanya memberi laporan kepada pembaca. Hal inilah, yang saya pikir menjadikan ceritanya agak kurang ’greget’. Sepertinya pengarang ingin menghindari konflik yang berpanjang-panjang dalam ceritanya. Padahal jika novel ini digarap penuh dengan sentuhan rasa dan emosi, maka cerita mengenai TKW yang sudah diberitakan di media massa akan benar-benar terasa mengharu biru, menggiris hati, dan pembaca akan dibuat menangis pilu. Namun, bukan berarti novel ini tidak memiliki emosi lho, ada, tapi kurang digarap dengan tajam.

Selain itu ada juga ketidak konsistenan pengarang, seperti terlalu asyik bercerita tentang perancis sampai ke detail-detailnya, penggunaan kata ’ibu’ dan ’mama’ di bab terakhirnya, dan lainnya. Hal ini menyatakan bahwa pengarang tidak benar-benar rela melepas tokohnya sebagai Karimah utuh, dengan kata lain pengarang ikut menjadi tokoh Karimah.

Namun sekali lagi, lepas dari itu semua, novel ini sangat bagus dan asyik untuk di baca, orisinil, dan tak mengikuti tema novel kebanyakan yang biasa bercerita tentang cinta yang klise. Keseriusan pengarang dengan riset dan referensinya tentang TKW di negara Perancis memberi nilai plus untuk cerita ini. Pembaca tak hanya di bawa mengetahui tingkah pola dan lika – liku kehidupan para TKW di Perancis, tapi juga mengarungi eksotisme kota Paris –kota yang menjadi impian kebanyakan manusia untuk di jelajahi. Novel ini sangat cocok dibaca oleh generasi muda kita agar bisa mengambil pelajaran, juga para perempuan-perempuan Indonesia yang ingin bekerja atau dipekerjakan sebgai TKW di luar negeri. Bahwa kehidupan disana tidaklah seindah di negeri sendiri. Juga bagi keluarga dan pemerintah kita yang gandrung mengekspor TKI, mungkin harus berpikir ulang mengenai kemungkinan-kemungkinan buruknya. ”Hujan emas di negeri orang, masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri” benar lho pepatah ini.

Sabtu, 28 Februari 2009

MENGENANG (II)

Kepada: BA

Hari itu hanya kau yang pergi
Saat cakra baru saja mengintipkan mata
Saat jarum cahaya belum lagi mekar
Tak ada kata terakhir
Selain desahmu yang melemah

Hari itu hanya kau yang pergi
Tapi mengapa
Semua menjadi tak berjiwa
Bunda meraung tenggelam dalam dunia lain
Ayah semakin khusyuk dengan klenik
Aku? Hampa…

Tak ada lagi canda kelewatmu
Bahkan tawa renyahmu
Waktu menggilas kejam bayangmu
Dan aku alpa mengabadikanmu
Dalam kamera ingatku

Memang jiwa datang dan pergi sendiri
Walaupun berteman dengan ratusan jiwa lainnya
Jiwa tetaplah sendiri
Dan ketika kau pergi, beberapa jiwa paut padamu
Sedikit, setengah, bahkan hampir semua

Setelah kepergianmu
Lama setelah itu
Kami harus menagais, memanggil dan menggapai
Jiwa-jiwa kami

Menata, merapikan dan menyusun
Retak menjadi utuh lagi
Kembalikan jiwa kami
Pergilah dengan tenang
Kini kami rela

MENGENANG (I)

Tuk: BA

Aku ingin meminang bidadari
Lontarmu suatu ketika
Indah, desahmu
Suci tak bernoda setitikpun
Aku tersenyum mendengar ucapmu

Aku akan berhenti mencari ilmu, lelah
Husssh… tatapku marah
Dan kau pun tergagau aneh
Aku makin membeliak

Kapan kau belikan aku kuda besi?
Rajukmu saat itu
Kelak, jika uangku stabil!
Kau pilih Honda, Yamaha, apapun
Kau diam, sunyi.

Aku ingin melihatmu mati didepanku
Tunjukku pada wajahmu
Seraya mengulang hits itu
Kau tertawa sumbang

Lalu kau permainkan aku
Dengan koma, garis, koma, garis
Koma, kemudian titik
Titik, dik!

Dan kini aku hanya melihat
Hamparan tanah merah
Menyembunyikan jasadmu

Tiba-tiba slide itu bermunculan
Lagi, lagi dan lagi
Bidadari, kuda besi
Tatap ganjil, rajukanmu
Tawa ganjilmu

Lalu
Hits itu berdengung kembali berputar
Aku tak percaya, semua nyata
Aku hanya bercanda? Kau tahu kan?

(1006)

Rabu, 25 Februari 2009

Apakah si B salah?

Si A, B dan C berteman. Si A sudah punya pekerjaan tetap. Sementara si B dan C sudah punya pekerjaan tapi masih semi tetap. Suatu hari si A harus cuti kerja, maka dia harus mencari orang yang bisa menggantikan pekerjaannya selama ia cuti. Dari beberapa kandidat yang diajukan, belum ada yang cocok. Akhirnya si A merekomendasikan si B dan C kepada Bos nya. Bos nya si A, ternyata antusias. Akhirnya si A menawarkan hal itu pada si B dan C. Si B agak ragu untuk maju karena ia merasa bidang yang ditawarkan bukanlah skillnya, walaupun lahan kerjanya sudah cocok dan ia merasa yakin sanggup menghandle itu, tapi ia perlu istikharah, Sementara C, bidang tersebut bukanlah skill nya dan juga bukan lahan kerjanya, tapi ia antusias maju. Si A menelpon si B, bahwa bos nya lebih condong ke si B karena mendengar B adalah salah satu karyawannya di tempat lain, jadi tak perlu berlama-lama istikharah, tentunya selain itu karena rekomendasi si A. Lalu si A mengatakan agar si B segera ke kantor keesokkan harinya, membawa lamaran dan akan langsung di test. Walau masih kurang mantap si B akhirnya memenuhi janji untuk datang ke kantor keesokkan paginya. Setiba di kantor ternyata si Bos sedang tidak di tempat. Ketika si Bos di telpon oleh stafnya, ia meminta si B menunggu. Beberapa saat kemudian si Bos menelpon kembali, dan berbicara agak lama dengan si staf, si B sempat mendengar pembicaraan itu. Si staf bertanya agak bingung, karena ternyata si Bos mengatakan ia belum bisa kembali ke kantor dan si B tidak perlu melalui mekanisme test. Akhirnya si staf mengantar si B ke ruang wakil-wakil si Bos. Disana si B berpikir akan segera di test baik tulis, psikotest, agama, bahkan wawancara. Tapi ternyata ia langsung diterima, kata para wakil disana Bos merekomendasikan untuk mengarahkan si B tentang tugas-tugasnya nanti. Sampai-sampai jadwal dan kegiatan yang harus diikuti si B sudah diberitahu. Tapi ketika mereka bertanya pada si B, apakah sudah diwawancara oleh Bos. Si B dengan jujur menjawab belum. Mereka semua terperangah dan bergumam dengan tak percaya “kok bisa ya diterima tanpa diwawancara oleh Bos? Padahal susah untuk diterima.” Si B mengatakan siap untuk di test.

Tapi akhirnya mereka memintanya untuk datang mengikuti schedule seperti karyawan tetap walau belum resmi, tapi si B tidak bisa mengikuti schedule tersebut jika belum ada kepastian ia benar-benar diterima atau tidak, karena ia masih bekerja ditempat lain. Jika karena keputusan yang masih belum resmi tersebut ia harus melepas kerjanya dan tak ada jaminan ia menjadi karyawn tetap dikantor tsb karena hanya sebagai pengganti, sementara ia sudah melepas kerjanya di tempat lain. Maka hal itu terasa memberatkan si B. para staf disana akhirnya berjanji akan menghubunginya kembali setelah konfirmasi pada Bos mereka. Si A ternyata meminta si C untuk datang juga ke kantor, tapi C dan B tidak saling berjumpa tatap muka di kantor itu. Si B sih fine-fine saja jika si C ikut maju.


Sementara itu selama dalam penantian, si B selalu konfirmasi pada si A apakah keputusan sudah diambil atau belum? Karena si B yakin si A pasti dimintai pertimbangan juga karena yang akan digantikan adalah posisinya. Si B meyakinkan A bahwa jika ia tidak diterima maka ia tidak akan kecewa, lagipula itu bukanlah bidang spesifiknya, kalaupun di terima ia akan berusaha bekerja professional, Tapi si A tak pernah merespon pertanyaannya dengan jawaban. Akhirnya suatu hari si B mengetahui dari orang lain yang belum dikenalnya tapi ternyata mengenal si C, dari orang tersebutlah si B mengetahui bahwa yang diterima adalah si C. Wajar atau tidakkah jika si B mengatakan pada si A bahwa ia kecewa dengan sikap A yang tidak merespon pertanyaannya? Padahal B hanya ingin tahu kepastian saja, -bukankah ia sudah dinyatakan diterima saat pertama kali-. Dan ketika tahu bahwa yang di terima adalah si C, wajarkah jika B kecewa karena tidak di konfirmasi oleh si A ataupun oleh kantor si A? padahal si B hanya ingin ada kalimat konfirmasi:” maaf anda tidak jadi di terima, karena ada kandidat lain yang telah kami pilih” atau kalimat lainnya, tapi ternyata tidak ada sama sekali. Sebenarnya Si B agak menyesal telah ke kantor itu, sementara tak ada konfirmasi yang ia terima. Lalu ketika si B mengatakan hal itu pada si A, dengan maksud ingin tahu sebab mengapa ia tidak diberitahu atau mengapa pertanyaannya tak pernah direspon -bukan karena ia tidak diterima sebagai pengganti, karena B justru lega tidak dijadikan pengganti-. Ternyata si A malah tersinggung dan mengatakan ia hanya menawarkan pekerjaan saja, kok dianggap serius sekali. Apakah si B salah dengan sikapnya yang menanyakan hal itu pada Si A?


Walau B tak bermaksud menyinggung A, tapi karena A merespon pertanyaan B dengan tersinggung, akhirnya B minta maaf pada Si A, dengan harapan tidak terjadi kesalahpahaman.

Tolong dong teman-teman kasih solusi atau komentar pada pertanyaan-pertanyaan diatas mengenai si B, Terutama apakah ia salah? Truz apa sebaiknya yang harus ia lakukan? Ia sudah minta maaf, apakah ia masih salah?

Rabu, 18 Februari 2009

ayah-bunda izinkan aku(10)

Ternyata wisuda bukanlah akhir dari pertempuran melainkan justru awal pertempuran. Welcome to the real life! Selama ini aku memang kerja part time, tapi juga tetap dapat subsidi dari ortu. Tapi setelah wisuda, tak sepeserpun ku diberi. Ingin minta, malu boo! Hiks..teganya.

Pasalnya ortu meminta ku untuk pulang dan mengabdi di kampung halaman. Setidaknya aku bisa bebas biaya hidup jika disana. Tapi aku tetap ngotot bertahan disini. Sebabnya adalah:

Pertama, aku yang baru saja lulus, memiliki egoisme yang tinggi. Aku belum sanggup untuk berada dikampung halaman karena yakin idealismeku akan terkikis sampai habis bila berada disana, aku yakin aku tak kan sanggup menulis lagi. (ini perasaanku saja sebenarnya!),
Kedua, aku tidak suka suasana dan prilaku yang berlomba-lomba pamer kekayaan serta kekerasan dan juga adat yang salah tapi sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat di daerahku (suatu saat bacalah tulisanku tentang Kotabumi -kota paling tua di Lampung yang pertumbuhannya terhambat-) kepada penduduk kotabumi, maafkan jika aku belum bisa menuliskan sebuah kebanggaan tentang negeri yang sangat diagungkan oleh kalian.
Ketiga, karena aku ingin mandiri. Aku tak ingin selalu berada dibawah ketiak ortu ku.
Keempat, karena semua teman sepermainanku telah menghilang, dan telah berbaur dengan egoisme adat.
Kelima, karena aku akan mengalami kebosanan, jika ortu dan tetangga menanyakan siapa prince charmingku dan kapan akan menikah? Dan aku yakin ini adalah pertanyaan wajib yang akan mereka lontarkan. (ini kan rahasia Allah, tak seorangpun tahu.)
Keenam, karena aku masih memegang sebuah amanah di FLP dan aku juga membutuhkan organisasi ini dan juga orang-orang yang berada didalamnya. Bagiku FLP adalah tempat lahirnya matahari yang selalu memberi cahaya. (ciyee..)

Akhirnya ortu mengizinkan, tapi dengan catatan tak lagi diberi subsidi. Sepertinya mereka benar-benar ingin mengetest mentalku. Baiklah ayah dan bunda, aku akan berusaha bertahan untuk mendewasakan pikiranku dan mengenyam pengalaman. Aku akan kembali, jika aku sudah memiliki bekal yang cukup untuk bertahan disana.

Selasa, 17 Februari 2009

Reward (9)



Dulu ketika awal kuliah sempat terlontar dari mulut saya ke senior-senior di my dorm, bahwa saya tidak ingin membuat novel ilmiah secara plagiat, saya akan cari judul baru yang referensinya mungkin akan sulit di cari. Pasalnya saat itu booming novel ilmiah plagiatan! Ternyata ucapan saya saat itu langsung diaminkan oleh para senior dan juga malaikat, buktinya beberapa tahun kemudian ketika saya mulai menulis novel ilmiah, prosesnya sangat berbelit-belit dan kesulitan referensi, tapi tema yang diangkat benar-benar baru.

Selain itu dulu saya juga, selalu mengatakan saya akan graduate di bulan desember. Pasalnya desember adalah bulan kelahiran saya dan juga sedang musim salju di eropa sana. (saya suka musim salju!). dan ternyata saya memang graduate desember 2008.

Dari semua yang saya alami itu, saya tarik satu pelajaran penting yaitu: hati-hatilah dengan ucapan berisi keyakinan yang kita keluarkan, karena Allah pasti mendengar, dan Dia hanya perlu waktu untuk mewujudkan hal itu dan kita hanya perlu menunggu untuk melihat ucapan kita terwujud.

Dan sekarang saya sedang mengingat-ingat ucapan yang pernah saya lontarkan berkali-kali, seolah saya sangat yakin saya bisa melakukan dan mendapatkan hal tersebut. Salah satunya adalah saya yakin saya bisa ke Jepang suatu saat nanti, dan saya juga yakin bahwa saya akan mendapatkan prince impian. Hwahaha…ini mah Narsis namanya.hehe

Senin, 16 Februari 2009

Behind The Scene (8)

Sebenarnya yang membuatku sangat getol bertempur habis-habisan untuk menyelesaikan novel ilmiahku adalah ultimatum ortuku, yang bunyinya begini:
“pokoknya kamu harus bisa wisuda, itu tanda kalau kamu lulus. Jika tidak kamu sudah mempermalukan keluarga”

olala, itulah kalimat yang membuat saya kelimpungan seperempat hidup. Jika lulus, saya yakin pasti bisa. Tapi jika wisuda, berarti saya hanya punya satu kesempatan yaitu diakhir deadline masa tinggal di universitas yaitu bulan desember.

Karena ultimatum ortu itu pulalah saya bertempur mati-matian agar bisa wisuda, bukan agar bisa lulus. Oleh sebab itu pertempuran itu saya namakan 60 hari mengejar wisuda. hehe …dan saya berhasil. YES, I can do it.

Tapi selama dalam pertempuran itu saya tak sempat untuk memperdulikan sms atau telpon yang masuk ke handpone saya, kecuali bila saya lihat sinyal sesama kawan yang sedang bertempur, barulah saya ladeni. So, maaf buat sahabat, teman atau kenalan jika selama September – November saya tak bisa balas sms atau telpon. I’m terrible sorry yakz.

Selain itu satu kebiasan buruk timbul selama mengerjakan novel ilmiah saya, yaitu hobi makan, terutama ngemil. Saya tidak pernah menyadari jika berat badan saya meningkat pesat, yang saya tahu jika saya stress dan lelah, mulut saya harus mengunyah. Alhasil BB saya naik berkilo-kilo. Busyet dah! Ada yang tahu ga cara menurunkan berat badan yang mudah? Pliz tell me, Tapi jangan via olahraga ya, aku bosenan kalo harus olah raga. J

Sabtu, 14 Februari 2009

Senandung Lirih Setengah Dien


Aku masih tergugu, mematung. Sebuah kertas tebal persegi panjang dengan motif tapis pucuk rebung tergenggam ditanganku. Erat, sampai terasa akan terberai dari bentuknya. Sebuah undangan pernikahn. Seharusnya aku senang membaca nama yang tertera di kertas itu. Namun sebuah rasa begitu menyesak di dadaku, kecewa. Entahlah! Rida Dalina, tentu aku mengenal nama itu, ia karibku sejak sekolah menengah atas. Namun nama yang pria aku tak kenal. Tapi tunggu dulu, sepertinya aku pernah mendengarnya. Tak salah lagi, aku pernah mendengarnya satu kali. Aku semakin meremas kertas ditanganku. Tergiang kembali percakapan sebulan yang lalu, dirumah ini, di ruangan ini, kamarku. Saat itu aku menyempatkan diri untuk pulang ketika jenuh dengan kuliahku yang belum jua selesai.

**@Z**

“Kapan kalian menikah? Bukankah kalian sudah sama-sama bekerja, PNS pula. Pacaran sudah tiga tahun, keluarganya pun sudah mengenalmu, bahkan mengenalku juga. Apalagi yang kalian tunggu?” tanyaku membuka percakapan

“Ya, kami pun sudah berpikir ke arah itu. Aku pun sudah tak tahan disindir, hanya tinggal aku sendiri yang masih lajang dilingkungan rumahku. Masalahnya, Bung belum tahu hubungan kami. Kau tahu bung, kan? Ia tak suka orang jawa. Oke, sudah kucoba saranmu untuk mendekati keluargaku dan meminta tanggapan mereka kalau mandapat menantu jawa. Berhasil memang, tapi hanya pada emak, Atu, Adien, dan tentunya Uni juga, tapi tidak pada Bung” Jawabmu

“Masa tak ada jalan lain, bukankah uni Melly menikah dengan orang jawa juga, dan buing bisa menerima itu” timpalku

“Ya, itulah yang dikatakn uni. Dulu Abah juga marah besar, tapi akhirnya bisa juga menerima suami uni. Uni bilang sekarang akan lebih mudah, karena abah sudah tiada, hanya tinggal bung yang harus dibujuk. Tapi justru itu, bung mewarisi keras kepala abah. Lagipula semua keputusan keluarga kini berada ditangan bung.

Sebenarnya bisa saja aku dan Adi nekad larian, tapi kami tak ingin itu terjadi kalau masih ada jalan yang lebih baik. Ah, kalau saja uang sepuluh juta sudah terkumpul, maka jalannya akan lebih mudah. Tapi tabungan Adi yang baru lima juta kini habis tak bersisa, untuk menambahi biaya operasi kanker ibunya sebelum meninggal beberapa bulan yang lalu. Belum lagi biaya sekolah Andri, adiknya. Aku mengerti jika Adi adalah anak tertua yang harus membantu ayahnya membiayai keluarga. Tapi seharusnya untuk saat ini, Adi memfokuskan biaya untuk pernikahan kami” jelasmu panjang lebar

“Sepuluh juta? Untuk sesan? Mungkin terlalu berat bagi Adi, mengapa tidak diturunkan saja.” Kataku sok tahu

“Aku mau saja, bahkan pernikahan sederhanapun tak apa-apa. Tapi keluarga besarku pasti tidakl akan terima. Lagi pula uang itu tak hanya untuk sesan, tapi untuk pesta juga. Kau tahu untuk menyewa panggung saat ini sangat mahal, uang sepuluh juta tak ada artinya. Itu tidak pakai acara begawi, kalau begawi maka uangnya bisa ratusan juta” jawabmu

“Kalau begitu larian saja, prosesnya lebih mudah” saranku

“Sama saja. Memang sih larian dilakukan bila keluarga si mulei tidak setuju dan untuk memperkecil pintaan sesan. Tapi tetap saja akan memakan biaya yang cukup besar”

“ Ya nggak sama dong. Kan kalau larian, mau tidak mau keluargamu akan setuju dan uang sesan bisa di nego” kataku menyimpulkan

“Sama saja Andini, sayang. Selama hari pernikahan belum ditentukan, si mulei akan berada dirumah keluarga mekhanai, di rias layaknya pengantin, karena ada acara nyubuk yang dilakukan keluarganya. Dan kita harus menghidangkan makanan seperti pada saat pesta. Jadi sama saja, butuh biaya besar” jelasmu sabar

“Oh begitu prosesnya, ribet banget. Layaknya pengantin setiap hari? Apa ga capek? Terus kamu kan pakai jilbab, gimana pakai sigernya? Tanyaku sambil menunjuk jilbabnya yang semakin kecil saja dimataku.

“Itulah, aku juga tak tahu. Tapi yang jelas aku ingin mempertahankan jilbabku” jawabmu dan aku mengangguk, menguatkan. Lalu tiba-tiba kau mengeluh

“Aku akan jujur padamu, karena kau lah sahabat terdekatku, din. Sebenarnya aku sudah putus asa tentang hubunganku dengan Adi. Sejak kami sama-sama tamat kuliah dan pulang ke kampung masing-masing, kami hanya berkomunikasi via sms dan jarang bertemu.”

“Putus asa gimana? Jangan…jangan kau…”

“Dengarkan aku dulu, din. Walaupun emak bisa menerima dari suku apapun suamiku kelak, tapi emak tetap menyarankanku untuk mencari cadangan, karena belum tentu aku jadian dengan Adi. Lagipula jauh dilubuk hatinya, emak berharap bisa dapat menantu Lampung dari garisnya yaitu Panaragan, karena bung dan adien telah menikahi mulei Abung, jadi hanya tinggal diriku yang bisa memenuhi permintaan emak, karena aku bungsu.” Jelasmu

“Terus, maksudmu kau akan cari cadangan, begitu? Semburku kesal

“Aku tidak bermaksud begitu. walaupun, baru-baru ini ada dua orang yang menyatakan cinta padaku. Dua-duanya lampung, tapi aku belum memberikan jawaban apapun pada keduanya. Yang seorang namanya Bahtiar, pegawai Pemda, entahlah aku bingung mengapa keluarganya tiba-tiba telah mengenalku. Yang seorang lagi namanya, Sandyawan. Ia gagah, dan tampan, sering menelpon dan main ke rumahku, tapi aku belum tahu apa pekerjaannya. Kalau melihatnya, orang pasti akan langsung tertarik. Tapi semoga aku memilih suami bukan karena parasnya” ujarmu sambil tersenyum, ah entahlah terasa aneh bagiku.

“Sudahlah, jangan main-main lagi. Kau kan tahu sendiri, pacaran saja sudah dilarang dalam agama kita, tapi kamu justru mau mendua? Lalu bagaimana dengan Adi? Sudahlah kalian menikah saja, dan undang aku” ucapku segera

“Makanya doakan agar aku segera menikah. Dan kamu adalah orang pertama yang akan ku beritahu setelah keluargaku tentu saja, aku janji” katamu sembari menggenggam tanganku, dan kita pun tertawa.

**@Z**

Itu percakapan sebulan yang lalu. Dua minggu yang lalu aku tak pernah bisa menghubunginya lagi. Hp nya selalu tak aktif. Bingung, tapi tak kugubris karena aku sedang sibuk ujian semester. Lalu kini ada undangan ditanganku! Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Yang membuatku sangat kecewa, aku justru diberitahu orang lain tentang pernikahanmu. Adi, pacarmu itu yang memberitahuku. Belum hilang rasa kagetku, ia pun menuduhku berkomplot denganmu, menyembunyikan berita ini. Sungguh aku tak mengerti apa yang terjadi padamu! Mengapa semuanya berjalan tanpa terduga? Bukankah kau akan memberitahuku? Lalu mengapa?

**@Z**

Disinilah kini aku berada, di pesta pernikahanmu, Rida. Kulirik pria yang berada disampingmu. Itukah pria yang telah melarikanmu? Ya, kau dilarikan bukan larian. Itu artinya sama saja dengan kau diculik. Tapi mengapa kau tak berontak? Mengapa tak lari? Mengapa…? Ah, apakah tradisi adat yang telah membelenggumu, tak mengizinkan kau untuk bisa berontak? Karena jika kau berontak, maka aib akan menimpa keluargamu? Tapi bukakankah adat dibuat tak sembarangan? Adat tidak akan membuat seseorang menderita, kau bisa melaporkan pada polisi, atas kesewenangan yang terjadi padamu, jika kau tak setuju. Tiba-tiba sebuah senyum misterius melintas dihadapanku, senyumanmu sebulan yang lalu. Senyum saat kau berkata untuk tidak memilih seseorang karena parasnya. Kini aku mengerti arti senyum itu, kau memang menyukai pria itu kan? Ya, suamimu bernama Sandyawan, yang kau katakan gagah dan tampan.

Bahagiakah kau, Rid? Bahagiakah kau dengan sesan yang entah berapa jenis banyaknya. Pesta yang sungguh meriah, tabuhan musik adat menggiring langkahmu dan suamimu menaiki panggung untuk bernyanyi, hidangan yang melimpah, tamu yang tak henti berdatangan, tetua-tetua adat yang berpantun senang. Sebuah kebahagiaan bukan, jika dipernikahan banyak yang datang, karena berarti doa restupun mengalir juga.

Tapi beberapa saat kemudian aku terduduk lemas Rid, ketika Atu Elia bercerita sambil menangis. Bahwa mereka tak tahu menahu kalau kau dilarikan, karena pada hari itu semua keluarga sedang berada di rumah sakit, menunggui bung yang kecelakaan. Yang sangat mereka sesalkan adalah suamimu tak punya pekerjaan, selama ini ia menghidupi lima orang adik dan ibunya dengan memalak pedagang-pedagang di pasar pekon atau terminal. Dan yang membuatku lebih terkejut lagi ketika Uni Melly mengatakan kalau suamimu meminjam uang untuk sesan dan pesta yang meriah ini. Tak kudengarkan lagi apa yang dikatakan oleh Atu dan Uni selanjutnya. Terbayang olehku beberapa tetanggaku yang ongkang kaki dirumah sementara istrinya bekerja banting tulang. Mungkinkah proses pernikahan mereka sama sepertimu Rid? Nauzdubillah.

Maafkan aku Rid, aku telah salah menuduhmu. Harusnya aku tahu kau tak menginginkan hal ini terjadi padamu. Buktinya wajahmu terlihat sendu, tak ada senyum bahagia, hanya senyum paksa yang coba kau sunggingkan pada setiap tamu yang menyalamimu. Wajahmu mengernyit, payah menahan siger yang bertengger disanggulmu, Satu lagi yang membuatku perih, jilbabmu dipaksa lepas pihak suamimu. Pandangan matamu kosong, ingin rasanya aku menangis, memeluk dan menghiburmu. Tapi itu tak bisa kulakukan apalagi dihadapan para tamu undangan. Ah…tiba-tiba semburat kelabu menutupi langit yang tadi tampak biru, seakan ikut merasakan kesedihanmu langitpun mencurahkan tangisnya, menerjang celah-celah singgasanamu. Tangis itupun terasa menyusup dingin ke pori-pori tubuhku, saat kulangkahkan kaki meninggalkan tempat sandingmu. Hanya doa tulus yang kulantunkan, semoga kau tegar dan bisa membina rumah tangga yang bahagia.

**@Z**

New Cafe, 12:59 AM

Spesial untuk Feb, Menggenapkan setengah dien berarti menambah satu orang saudara, bukan justru menghilangkannya.^-^

Jumat, 13 Februari 2009

Miracle (7)

Akhirnya aku mendapatkan miracle, ditengah kesibukan Mr. Low mengisi PLPG , ia selalu membolehkanku untuk menghadapnya. Tapi sayangnya setiap kali menghadap, lembar draft hasilku hanya dibahas selembar, setelahnya aku harus mendengar curhatnya tentang pendidikan di Indonesia, tentang guru-guru yang tidak kompeten, tentang mahasiswa yang hanya mengejar gelar sehingga tak tahu bagaimana cara mencemplung ke masyarakat, tentang nilai yang rendah, dsb, dsb. Pada dasarnya aku suka memberikan masukan, maka kuladeni dengan senang hati setiap curhatnya Mr. Low. Hasilnya luar biasa, aku mendapat Acc pada tanggal 22 oktober sore dan aku bisa seminar hasil tanggal 24 oktober 2008. Kalau dihitung-hitung sejak masuk dari libur lebaran, tidak sampai satu bulan bimbingan. Ini rekor tercepat bimbingan dengan Mr. Low, biasanya 3-4 bulan adalah rekor tercepat. Subhanallah.

Persiapan Uji komprehensip
Wah aku capek diburu waktu, sambil perbaikan setelah seminar hasil, aku juga harus mempersiapkan syarat-syarat cek berkas. Ternyata syaratnya banyak betul. Mulai dari ijazah SMU, Foto, transkriplah, KHS, toefl, sertifikat PPL, isi form A, dan apalagi yah? Lupa ah, banyak betul. Ngurusnya yang capek n susah. Setelah itu harus bisa mendapat tanda tangan Mr. King sang sekjur maha sakti, yang perpectnya melebihi Mrs. Perpect dan proseduralnya melebihi Mr. Low, yang walau ada di kampus jika tak ingin ditemui, maka tak seorangpun bisa menghadapnya atau lewat 1 menit saja dari waktu yang telah disepakati, siap-siaplah tidak berjumpa dengannya berhari-hari. Swear deh! Aku juga mengalami itu. Jika kalian tak percaya silahkan menjadi mahasiswa di jurusan bahasa inggris Unila, dijamin kalian akan stress sampai mendarah daging. Atau ikuti saja saran kami, jangan pernah jadi mahasiswa bahasa Inggris di Unila jika tak siap mental untuk domisili yang cukup lama J

Selama 2 minggu aku menunggu Mr. King dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore ketika gerbang jurusan ditutup. Jika bertemu dan beliau tak mau diganggu, maka tunggulah sore. Dan jika sore ia tetap tak mau, jangan bosan mengulang keesokkan harinya. Jangan sekali-kali menelponnya, karena tak akan diangkat dan ia akan lebih sulit ditemui. SMS tak apa, tapi siap-siaplah tak dibalas. Emang siapa kamu? Itu Prinsip Mr. King lho…

Dan miracle kedua diberikan Allah padaku, aku bisa menemui Mr. King pada jam 5: 15 sore di minggu pertama November. Sayangnya hanya karena lupa satu teori di novel ilmiahku, aku tak mendapat tanda tangannya. Menghadap Mr. King sama dengan ujian Komprehensip pertama, sebelum diuji oleh examiner terpilih. Huuh, syusah. 3 hari kemudian aku baru boleh menghadap kembali dan akhirnya mendapat tanda tangan yang sangat simple sekali, yang andai aku ingin curang akan mudah kupalsukan L

Setelah mendapat nama examiner dan menyesuaikan waktu antara examiner dan advisor, yang tentu saja harus bolak-balik bagai setrika. Akhirnya aku ujian komprehensip pada 12 november 2008 dengan waktu terlama 2,5 jam. Untungnya dapat nilai yang memuaskan. Hehe…

Aku serasa tak bernafas selepas kompre, terlalu banyak perbaikan! Sementara Mr. Good harus segera berangkat ketanah suci. Mr. Good sudah Acc cetak, examinerpun sudah, tapi Mr. Low justru belum mengizinkan. Karena 1 advisor belum memberi tanda tangan Acc, maka aku tak bisa mendapat tanda tangan Kajur untuk Acc Cetak. Huhuhu.. Mr. Low, pliz help me! Ratapku dalam setiap pertemuan dan juga ratapku pada Allah disepertiga malam agar hati Mr. Low lunak. Namun tetap belum lunak
ternyata.

Akhirnya dengan seizin Mr. Good aku mencetak 3 lembar pertama pengesahan yang harus ada tanda tangannya, akhirnya Mr. Good menandatangani Lembar pengesahan, karena keesokan harinya Ia harus berangkat ke tanah suci. Mr. Low baru memberikan Acc nya jum’at sore, 2 hari menjelang form A L dan aku baru selesai cetak hari minggu siang. Hari itu juga aku berburu tanda tangan sampai kerumah my examiner, Mr. Low dan juga Kajur, dan baru selesai mendapat tanda tangan pada jam 8 malam. Fuhh…hari yang melelahkan.

Keesokan harinya adalah hari terakhir the Dean of Education Faculty ada difakultas, setelahnya ia akan berlayar ke Malang selama seminggu dan ke Bali selama 10 hari. Dan hari itu adalah hari pengumpulan Form A. Nah Lho? Untungnya hari itu aku bisa dapat tanda tangan The Dean! Akhirnya langsung sebar novel ilmiahku ke perpustakaan universitas dan jurusan sambil ujan-ujanan. Dan ngurus syarat-syarat form A yang selesainya mpe jam 5an. Akhirnya, aku bisa menghembuskan nafas lega. Siap-siap menerima reward.

Rabu, 11 Februari 2009

Unbelievable

wooow fren...hari ini semuanya terasa unbeliavable. sampai-sampai apa yang kudengar, kusaksikan, kutunggu dan akan kuhadapi adalah unbelievable!

unbelievable!

unbelievable!!

unbelievable!!!

Senin, 09 Februari 2009

Pertempuran Memanas (6)

Tidak ada yang sanggup membahas morphology dalam draf novel ilmiahnya. Karena sangat sulit. Ya iyalah, mempelajari word. Akupun tak tahu apa yang harus aku lakukan, karena tak menemukan referensi yang pas, ada sedikit yang kutemukan di internet, selebihnya menekuni buku teks morphology yang sangat langka dan bahasanya, amboii terlalu inggris baku. Aku sampai sakit gigi memahaminya! Pasalnya aku tak paham. Sebuah awal yang sulit!

Akhirnya pertolongan datang, seorang teman memberikan referensi yang pas banget dengan yang ingin kucari. Referensi itu berasal dari thesis temannya di universitas Gunadarma, Jakarta. (Vey, I luv u so much)

Akhir April kuserahkan draft pertamaku pada Mr. Good. Bagai malam dan siang deh perbedaan Mr. Good dan Mr. Tango! Aku tak lagi merasa mules atau panas dingin jika ingin bimbingan, tak ada bentakan dan tak ada kata-kata kasar. Dan aku hanya menyerahkan draf 3x, pertengahan Mei aku mendapat persetujuan seminar. Tapi Mr. Low belum Acc, ia ingin draft novelku benar-benar menggunakan bahasa akademik. Alhasil aku baru bisa seminar akhir Juni. Dan di seminar itu, tak ada yang berhasil membantaiku, semua bisa kujawab dengan mudah. Entah mengapa aku merasa paham dengan novelku sejak itu. Dan sungguh mengejutkan Mrs. Perfect diajukan untuk menjadi interaterku oleh para lecturer. Namun dijawab dengan canda oleh Mrs. Perfect, jika aku sanggup membayarnya. Hikz..aku manyun!

Oh ya, satu lagi Dr. Sleep (karena ia selalu terlihat mengantuk, layaknya professor difilm2 yang menggunakan kacamata dan kepalanya hampir botak semua, karena kebanyakan belajar) menanyakan mengapa aku menggunakan kata reseacher, bukannya writer dalam draft novel ilmiahku? Waduh seingatku dulu, yang menganjurkan menggunakan kata researcher adalah Mr. Tango! Dasar Tango, menyesatkan! Ternyata researcher digunakan untuk seorang yang sudah ahli dan pekerjaannya memang meneliti, sementara aku kan bukan ahli morphology jadi lebih baik menggunakan writer. Olala, gitu toh?!

Juli, sekolah libur. So aku tak bisa melakukan penelitian. Jadi aku rehat sementara sambil mengurus visa ku di universitas yang hanya bisa diperpanjang sampai bulan desember 2008. Jika aku belum juga selesai, maka aku akan dideportasi!

Agustus is coming… penelitian!
After that, Olah Data!
Aku tak jadi meminta Mrs. Perfect untuk menjadi interaterku, tak sanggup membayarnya. Emang sih aku tidak bertanya berapa bayarannya? Atau mungkin ia mau membantu tanpa dibayar? Aaah imposible, aku tak mungkin bisa melakukan hal itu. Setidaknya aku harus memberinya kompensasi. Memberi sedikit tak enak, memberi banyak ku tak sanggup. Akhirnya kuminta bantuan 2 teman saja untuk menjadi interaterku. Dua? Hehe,..yang nyata. Yang tersembuyi banyak boo… thanks banget tuk Mrs. Lela and Miss.Endang yang bersedia meluangkan waktu selama berminggu2 untuk memelototi 9000 kata yang harus aku teliti. Thanks tuk Mr. Sinchan yang rela istrinya kusibukkan dengan data-dataku. Thanks tuk Miss.Vey, walau jauh di Jakarta kau bersedia jadi interater via sms dan telpon (habis berapa ya bu?) and thanks untuk diriku yang telah berjuang sekuat tenaga. Ciyeeee…

Awal September penyerahan draft hasil!
Berita mengejutkan Mr. Good akan menunaikan rukun islam yang kelima, naik haji ke tanah suci Mekah. Duuuuuuuuh, aku kan lum seminar hasil, belum kompre. Gimana neh? Desember deadline! Mr. Low Profile sibuk mengurus PLPG (sertifikasi untuk guru-guru)

Akhir September Mr. Good memberikan Acc untuk seminar hasil. Tapi aku belum bimbingan dengan Mr. Low Profile! Oktober libur Idul Fitri!

Wow, teman! aku tak tahu lagi jalan mana yang harus ku tempuh. Mendesak Mr. Low Profile untuk mempercepat Acc, itu tidak mungkin berhasil! Walau baik, Mr Low adalah sosok perfectionis and prosedural. Jika ia sedang tak mau diganggu, maka tak ada yang boleh mengganggunya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah, berdoa pada Allah, meminta sebuah miracle diturunkan padaku dan tak lupa berusaha untuk selalu bisa menghadap Mr. Low setiap hari di jam-jam sibuknya.

24 september sampai 24 November (hari Form A) kunamakan dengan 60 hari mengejar wisuda!

Sabtu, 07 Februari 2009

I get Mr. Good (5)

Allah tahu yang terbaik buat hambaNya. Dan begitu pula yang terjadi padaku. Hari itu aku menumpahkan semua uneg-unegku pada Mr. Low Profile dan iapun ikut berang karena tindakan Mr. Tango. Ia menyetujui bulat-bulat rencana penggantian advisor pertamaku. Dan memberiku langkah-langkah yang harus kutempuh agar bisa mulus menghadap Mrs. Perfect. Beliau juga yang menyarankanku untuk meminta Mr. Good sebagai pengganti Mr. Tango.

Aku terhenyak, Mr. Good adalah orang pertama yang dulu kuminta dan kuajukan serta kuharapkan untuk menjadi advisorku pada awal pengajuan judul novel ilmiahku. Namun saat itu, entah bagaimana para lecturer memutuskan Mr. Tango sebagai advisorku, mungkin karena judul yang lolos adalah mengenai Translation yang notabene adalah bidang Mr. Tango.

Well, keesokkan harinya sesuai saran Mr. Low aku menghadap Mr. Tango kembali, untuk meminta surat mandat penyerahan advisor. Dan tanpa basa-basi serta tanpa senyum, ia membuatkan surat mandat tersebut. Dan bayangkan, ia menyatakan dalam surat itu bahwa aku hanya 2x menghadapnya. Aku protes, aku bilang 2,5 tahun bukan hanya 2x. dan ia bersikeras untuk menulis 2x dan ditambah intensif. Dengan alasan itu, ia bilang aku bisa berargumen telah menghadapnya berkali-kali tapi tidak intensif dan yang intensif hanya 2x. ugh, aku kesal sekali! Tapi aku ingat pesan Mr. Low untuk tidak membuat masalah dengan Mr. Tango, agar tidak dipersulit. Akhirnya aku mengiyakan saja apa yang ingin ditulis Mr. Tango.

Setelah itu aku menghadap Mr. Good, meminta kesediaannya menjadi advisorku. Mr. Good sih oke-oke saja, asal Mrs. Perfect mengizinkan. Hari itu juga, aku menghadap Mrs. Perfect. Dan seperti yang sudah kuduga, Mrs. Perfect tidak mau menerima permintaanku untuk ganti advisor.
“Tidak bisa! Anda harus menjalani prosedur yang sudah diputuskan di rapat. Tidak ada pergantian advisor, kecuali jika mereka studi keluar negeri.”

Tiba-tiba Mr. Low masuk ke ruang Mrs. Perfect, begitu melihatku ia tersenyum lalu bertanya “bagaimana?”
Aku hanya menjawab “sedang dibicarakan, sir”
Lalu beliau beralih ke Mrs. Perfect, dan berbicara sebentar. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak peduli.
Begitu mereka selesai bicara, dan Mr. Low sudah keluar, segera kusodorkan surat mandat penyerahan dari Mr. Tango. Entah karena surat itu atau juga karena aku mengembel-embelkan nama Mr. Low sebagai salah satu advisorku yang juga menyetujui penggantian itu, akhirnya Mrs. Perfect menerima untuk mengganti advisorku dan membuat surat keputusannya.
“oke, karena memang Mr. Tango sudah menyerahkan maka mulai hari ini anda sudah tidak dibwah bimbingan beliau lagi”

Akhirnya semua berjalan mulus, tapi dengan terpaksa judulku diganti lagi, bukan dalam cakupan translation lagi tapi harus diubah ke dalam cakupan writing. “An Analysis of Morphological Errors in Students’ Writing at the Second Year of SMU..” Hiks, ini malah tambah susaah fren, karena berdasarkan surface strategy dan communicative effect!hiks, Tapi tak apa-apalah, setidaknya Mr. Good and Mr. Low Profile adalah sahabat.

Oh ya, kali ini aku bercerita pada My academic advisor (PA) dia sampai marah mendengar ceritaku dan berulang kali menyesalkan mengapa tak pernah memberitahunya selama ini. Ia ingin melabrak Mr. Tango, tapi buru-buru kubilang semua masalah sudah selesai dan tidak sepenuhnya kesalahan Mr. Tango, ada juga kesalahanku karena terlalu mempertahankan kajian translation. Dan yang lebih penting agar tidak terjadi perseteruan antara PA ku dengan Mr. Tango. Secara PA ku adalah orang pintar yang kaya, sayangnya ia sudah malas mengajar, tapi semua dosen segan padanya karena ia terlalu pintar, lagipula ia lebih sering pergi ke luar negeri ketimbang berada di universitas.hehe…dasarnya PA ku lebih senang terjun ke politik, ambisinya jadi menteri sih.

Ternyata hikmah dari semua yang kulalui adalah aku kembali mendapatkan Mr. Good, walau dengan proses panjang, melewati 2,5 tahun. Allahu Akbar! Allah Maha Besar dan Maha mengatur segalanya.