Halaman

Minggu, 01 Maret 2009

DERITA TKW, DERITA INDONESIA


Judul : Luka di Champs Elysees

Pengarang : Rosita Sihombing

Penerbit : Lingkar Pena Publishing House

Terbit : Agustus 2008

Tebal : 188 Halaman


”.... aku sedikit mengerti mengapa kebanyakan para majikan Arab tak pernah jera menzalimi para TKI. Kemungkinan besar karena para TKInya sendiri, seperti diriku, tidak pernah protes atau membangkang.” (hal 31)

Kalimat diatas adalah pikiran sadar tokoh yang bernama Karimah, setelah ia pun mengalami tindak kekerasan seperti para Tenaga Kerja Wanita (TKW) umumnya. Novel ini berkisah tentang lika-liku TKW di luar negeri. Karimah, awalnya adalah TKW yang bekerja di Riyadh, yang kemudian melarikan diri di Perancis ketika ikut majikannya berlibur. Karimah melarikan diri karena tidak tahan dengan perlakuan majikan perempuannya – Madame Haifa. Ia nekad kabur di Perancis, tempat yang tidak ia kenal sama sekali bahkan bahasa Perancis pun ia tak bisa. Welcome to the Jungle, adalah ungkapan yang tepat untuk pelarian Karimah.

Memukau, itu kesan pertama bila kita melihat sampulnya. Selain itu, isinya juga khas. Mengangkat kisah para TKW kita. Bagaimana cara mereka bertahan hidup sebagai imigran gelap, keputusan – keputusan yang naif, norma-norma agama yang terkikis, bahkan mimpi-mimpi sederhana mereka di negeri orang.

Sebagaimana kita ketahui, pemberitaan tentang kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikan, pelecehan seksual, bahkan sampai berujung kematian yang dialami oleh TKW telah banyak menghias media massa di negara kita. Namun yang berhasil menuangkannya ke dalam jalinan kata berbentuk novel, barulah kali ini. Maka layaklah jika novel ini disebut sebagai novel pertama yang mencetuskan kisah tentang nasib TKW Indonesia di luar negeri.

Novel ini diceritakan dengan bahasa yang sederhana, pendapat dan pikiran yang sederhana, bahkan alurnya pun dibuat sederhana, sesederhana pemikiran para TKW umumnya. Saya pikir jika novel ini diceritakan menggunakan bahasa sastra yang njelimet, maka cerita khas TKW pun tak kan terasa nuansa pemikiran tradisionalnya.

Saya salut pada pengarang, yang walaupun menetap di Perancis, tetap memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi pada negara Indonesia khususnya kampung halamannya, Lampung. Bisa dilihat dari penetapan tokoh utamanya yang berasal dari Lampung, tepatnya daerah Pasar Tugu Bandar lampung. Jarang sekali ada penulis yang ingin mencantumkan tempat yang belum terkenal dalam novelnya – umumnya tempat-tempat yang sering di gunakan adalah tempat-tempat di Pulau Jawa- mungkin khawatir tidak dikenal masyarakat luas, yang pada akhirnya akan berimbas pada penjualan novelnya. Namun inilah kelebihan pengarang ’Luka di Champs Elysees’ ia berani menampilkan latar yang benar-benar baru sebagai tempat asal mula tokoh utamanya.

Barangkali jika ingin menelisik kekurangannya, saya pikir terletak pada teknik penggarapannya. Belum lincah dan agak kaku. Bagaimanapun juga karya fiksi berbeda dengan buku nonfiksi. Setiap peristiwa dan tokoh yang ada di dalamnya tentu punya peran dan fungsi masing-masing, tak sekedar numpang lewat. Pengarang dalam hal ini bertindak sebagai Tuhan atas karyanya, punya kekuasaan untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi terhadap setting, peristiwa, tokoh, tema, alur, dsb.

Karakter tokoh dalam novel ini belum digambarkan dengan detail dan konkret, hanya berupa paragraf talk, sehingga terkesan hitam – putih saja. Madame Haifa, tidak digambarkan sebagai tokoh antagonis secara utuh, Hamed yang menjadi pasangan kumpul kebo Karimah tidak digambarkan secara detail emosi, pikiran dan perasaannya, Enah, Icha, bahkan Imel hanya di jadikan tokoh pelengkap yang hanya sedikit saja mewarnai cerita, apalagi Pardi dan Tari –suami dan anak Karimah di Lampung – hanya sekilas saja digambarkan dengan dialog di akhir cerita. Emosi para tokoh tersebut tidak digambarkan dengan detail sehingga tokoh-tokoh yang ada di dalam novel ini belumlah menjadi tokoh yang punya kepentingan dan kehidupan personal. Masih banyak ruang-ruang kosong dalam cerita, seperti ada yang putus atau sengaja dihilangkan sehingga menyebabkan jalinan cerita kurang utuh. Pada bagian tertentu, pengarang seolah hanya memberi laporan kepada pembaca. Hal inilah, yang saya pikir menjadikan ceritanya agak kurang ’greget’. Sepertinya pengarang ingin menghindari konflik yang berpanjang-panjang dalam ceritanya. Padahal jika novel ini digarap penuh dengan sentuhan rasa dan emosi, maka cerita mengenai TKW yang sudah diberitakan di media massa akan benar-benar terasa mengharu biru, menggiris hati, dan pembaca akan dibuat menangis pilu. Namun, bukan berarti novel ini tidak memiliki emosi lho, ada, tapi kurang digarap dengan tajam.

Selain itu ada juga ketidak konsistenan pengarang, seperti terlalu asyik bercerita tentang perancis sampai ke detail-detailnya, penggunaan kata ’ibu’ dan ’mama’ di bab terakhirnya, dan lainnya. Hal ini menyatakan bahwa pengarang tidak benar-benar rela melepas tokohnya sebagai Karimah utuh, dengan kata lain pengarang ikut menjadi tokoh Karimah.

Namun sekali lagi, lepas dari itu semua, novel ini sangat bagus dan asyik untuk di baca, orisinil, dan tak mengikuti tema novel kebanyakan yang biasa bercerita tentang cinta yang klise. Keseriusan pengarang dengan riset dan referensinya tentang TKW di negara Perancis memberi nilai plus untuk cerita ini. Pembaca tak hanya di bawa mengetahui tingkah pola dan lika – liku kehidupan para TKW di Perancis, tapi juga mengarungi eksotisme kota Paris –kota yang menjadi impian kebanyakan manusia untuk di jelajahi. Novel ini sangat cocok dibaca oleh generasi muda kita agar bisa mengambil pelajaran, juga para perempuan-perempuan Indonesia yang ingin bekerja atau dipekerjakan sebgai TKW di luar negeri. Bahwa kehidupan disana tidaklah seindah di negeri sendiri. Juga bagi keluarga dan pemerintah kita yang gandrung mengekspor TKI, mungkin harus berpikir ulang mengenai kemungkinan-kemungkinan buruknya. ”Hujan emas di negeri orang, masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri” benar lho pepatah ini.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Waaaahhhh, udah pada siap lomba semua nih...Elia kapan ya...Semangat aja deh buat yang ikutan...alnya Elia lagi mau skripsi dulu...doakan ya mbak...:).

Sinta Kustiani mengatakan...

menarik-menarik resensinya...
luar biasa..
yang menang makan-makan ya he...

Ariya Des Utami mengatakan...

resensinya dah lama di posting di multiply. ni sengaja baru dimunculkan di blogspot, coz kemarin-kemarin teman2 kan postingnya diblogspot