Sabtu, 28 Februari 2009
MENGENANG (II)
Hari itu hanya kau yang pergi
Saat cakra baru saja mengintipkan mata
Saat jarum cahaya belum lagi mekar
Tak ada kata terakhir
Selain desahmu yang melemah
Hari itu hanya kau yang pergi
Tapi mengapa
Semua menjadi tak berjiwa
Bunda meraung tenggelam dalam dunia lain
Ayah semakin khusyuk dengan klenik
Aku? Hampa…
Tak ada lagi canda kelewatmu
Bahkan tawa renyahmu
Waktu menggilas kejam bayangmu
Dan aku alpa mengabadikanmu
Dalam kamera ingatku
Memang jiwa datang dan pergi sendiri
Walaupun berteman dengan ratusan jiwa lainnya
Jiwa tetaplah sendiri
Dan ketika kau pergi, beberapa jiwa paut padamu
Sedikit, setengah, bahkan hampir semua
Setelah kepergianmu
Lama setelah itu
Kami harus menagais, memanggil dan menggapai
Jiwa-jiwa kami
Menata, merapikan dan menyusun
Retak menjadi utuh lagi
Kembalikan jiwa kami
Pergilah dengan tenang
Kini kami rela
MENGENANG (I)
Aku ingin meminang bidadari
Lontarmu suatu ketika
Indah, desahmu
Suci tak bernoda setitikpun
Aku tersenyum mendengar ucapmu
Aku akan berhenti mencari ilmu, lelah
Husssh… tatapku marah
Dan kau pun tergagau aneh
Aku makin membeliak
Kapan kau belikan aku kuda besi?
Rajukmu saat itu
Kelak, jika uangku stabil!
Kau pilih Honda, Yamaha, apapun
Kau diam, sunyi.
Aku ingin melihatmu mati didepanku
Tunjukku pada wajahmu
Seraya mengulang hits itu
Kau tertawa sumbang
Lalu kau permainkan aku
Dengan koma, garis, koma, garis
Koma, kemudian titik
Titik, dik!
Dan kini aku hanya melihat
Hamparan tanah merah
Menyembunyikan jasadmu
Tiba-tiba slide itu bermunculan
Lagi, lagi dan lagi
Bidadari, kuda besi
Tatap ganjil, rajukanmu
Tawa ganjilmu
Lalu
Hits itu berdengung kembali berputar
Aku tak percaya, semua nyata
Aku hanya bercanda? Kau tahu kan?
(1006)
Rabu, 25 Februari 2009
Apakah si B salah?
Tapi akhirnya mereka memintanya untuk datang mengikuti schedule seperti karyawan tetap walau belum resmi, tapi si B tidak bisa mengikuti schedule tersebut jika belum ada kepastian ia benar-benar diterima atau tidak, karena ia masih bekerja ditempat lain. Jika karena keputusan yang masih belum resmi tersebut ia harus melepas kerjanya dan tak ada jaminan ia menjadi karyawn tetap dikantor tsb karena hanya sebagai pengganti, sementara ia sudah melepas kerjanya di tempat lain. Maka hal itu terasa memberatkan si B. para staf disana akhirnya berjanji akan menghubunginya kembali setelah konfirmasi pada Bos mereka. Si A ternyata meminta si C untuk datang juga ke kantor, tapi C dan B tidak saling berjumpa tatap muka di kantor itu. Si B sih fine-fine saja jika si C ikut maju.
Sementara itu selama dalam penantian, si B selalu konfirmasi pada si A apakah keputusan sudah diambil atau belum? Karena si B yakin si A pasti dimintai pertimbangan juga karena yang akan digantikan adalah posisinya. Si B meyakinkan A bahwa jika ia tidak diterima maka ia tidak akan kecewa, lagipula itu bukanlah bidang spesifiknya, kalaupun di terima ia akan berusaha bekerja professional, Tapi si A tak pernah merespon pertanyaannya dengan jawaban. Akhirnya suatu hari si B mengetahui dari orang lain yang belum dikenalnya tapi ternyata mengenal si C, dari orang tersebutlah si B mengetahui bahwa yang diterima adalah si C. Wajar atau tidakkah jika si B mengatakan pada si A bahwa ia kecewa dengan sikap A yang tidak merespon pertanyaannya? Padahal B hanya ingin tahu kepastian saja, -bukankah ia sudah dinyatakan diterima saat pertama kali-. Dan ketika tahu bahwa yang di terima adalah si C, wajarkah jika B kecewa karena tidak di konfirmasi oleh si A ataupun oleh kantor si A? padahal si B hanya ingin ada kalimat konfirmasi:” maaf anda tidak jadi di terima, karena ada kandidat lain yang telah kami pilih” atau kalimat lainnya, tapi ternyata tidak ada sama sekali. Sebenarnya Si B agak menyesal telah ke kantor itu, sementara tak ada konfirmasi yang ia terima. Lalu ketika si B mengatakan hal itu pada si A, dengan maksud ingin tahu sebab mengapa ia tidak diberitahu atau mengapa pertanyaannya tak pernah direspon -bukan karena ia tidak diterima sebagai pengganti, karena B justru lega tidak dijadikan pengganti-. Ternyata si A malah tersinggung dan mengatakan ia hanya menawarkan pekerjaan saja, kok dianggap serius sekali. Apakah si B salah dengan sikapnya yang menanyakan hal itu pada Si A?
Walau B tak bermaksud menyinggung A, tapi karena A merespon pertanyaan B dengan tersinggung, akhirnya B minta maaf pada Si A, dengan harapan tidak terjadi kesalahpahaman.
Tolong dong teman-teman kasih solusi atau komentar pada pertanyaan-pertanyaan diatas mengenai si B, Terutama apakah ia salah? Truz apa sebaiknya yang harus ia lakukan? Ia sudah minta maaf, apakah ia masih salah?
Rabu, 18 Februari 2009
ayah-bunda izinkan aku(10)
Pasalnya ortu meminta ku untuk pulang dan mengabdi di kampung halaman. Setidaknya aku bisa bebas biaya hidup jika disana. Tapi aku tetap ngotot bertahan disini. Sebabnya adalah:
Pertama, aku yang baru saja lulus, memiliki egoisme yang tinggi. Aku belum sanggup untuk berada dikampung halaman karena yakin idealismeku akan terkikis sampai habis bila berada disana, aku yakin aku tak kan sanggup menulis lagi. (ini perasaanku saja sebenarnya!),
Kedua, aku tidak suka suasana dan prilaku yang berlomba-lomba pamer kekayaan serta kekerasan dan juga adat yang salah tapi sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat di daerahku (suatu saat bacalah tulisanku tentang Kotabumi -kota paling tua di Lampung yang pertumbuhannya terhambat-) kepada penduduk kotabumi, maafkan jika aku belum bisa menuliskan sebuah kebanggaan tentang negeri yang sangat diagungkan oleh kalian.
Ketiga, karena aku ingin mandiri. Aku tak ingin selalu berada dibawah ketiak ortu ku.
Keempat, karena semua teman sepermainanku telah menghilang, dan telah berbaur dengan egoisme adat.
Kelima, karena aku akan mengalami kebosanan, jika ortu dan tetangga menanyakan siapa prince charmingku dan kapan akan menikah? Dan aku yakin ini adalah pertanyaan wajib yang akan mereka lontarkan. (ini kan rahasia Allah, tak seorangpun tahu.)
Keenam, karena aku masih memegang sebuah amanah di FLP dan aku juga membutuhkan organisasi ini dan juga orang-orang yang berada didalamnya. Bagiku FLP adalah tempat lahirnya matahari yang selalu memberi cahaya. (ciyee..)
Akhirnya ortu mengizinkan, tapi dengan catatan tak lagi diberi subsidi. Sepertinya mereka benar-benar ingin mengetest mentalku. Baiklah ayah dan bunda, aku akan berusaha bertahan untuk mendewasakan pikiranku dan mengenyam pengalaman. Aku akan kembali, jika aku sudah memiliki bekal yang cukup untuk bertahan disana.
Selasa, 17 Februari 2009
Reward (9)
Dulu ketika awal kuliah sempat terlontar dari mulut saya ke senior-senior di my dorm, bahwa saya tidak ingin membuat novel ilmiah secara plagiat, saya akan cari judul baru yang referensinya mungkin akan sulit di cari. Pasalnya saat itu booming novel ilmiah plagiatan! Ternyata ucapan saya saat itu langsung diaminkan oleh para senior dan juga malaikat, buktinya beberapa tahun kemudian ketika saya mulai menulis novel ilmiah, prosesnya sangat berbelit-belit dan kesulitan referensi, tapi tema yang diangkat benar-benar baru.
Selain itu dulu saya juga, selalu mengatakan saya akan graduate di bulan desember. Pasalnya desember adalah bulan kelahiran saya dan juga sedang musim salju di eropa sana. (saya suka musim salju!). dan ternyata saya memang graduate desember 2008.
Dari semua yang saya alami itu, saya tarik satu pelajaran penting yaitu: hati-hatilah dengan ucapan berisi keyakinan yang kita keluarkan, karena Allah pasti mendengar, dan Dia hanya perlu waktu untuk mewujudkan hal itu dan kita hanya perlu menunggu untuk melihat ucapan kita terwujud.
Dan sekarang saya sedang mengingat-ingat ucapan yang pernah saya lontarkan berkali-kali, seolah saya sangat yakin saya bisa melakukan dan mendapatkan hal tersebut. Salah satunya adalah saya yakin saya bisa ke Jepang suatu saat nanti, dan saya juga yakin bahwa saya akan mendapatkan prince impian. Hwahaha…ini mah Narsis namanya.hehe
Senin, 16 Februari 2009
Behind The Scene (8)
“pokoknya kamu harus bisa wisuda, itu tanda kalau kamu lulus. Jika tidak kamu sudah mempermalukan keluarga”
olala, itulah kalimat yang membuat saya kelimpungan seperempat hidup. Jika lulus, saya yakin pasti bisa. Tapi jika wisuda, berarti saya hanya punya satu kesempatan yaitu diakhir deadline masa tinggal di universitas yaitu bulan desember.
Karena ultimatum ortu itu pulalah saya bertempur mati-matian agar bisa wisuda, bukan agar bisa lulus. Oleh sebab itu pertempuran itu saya namakan 60 hari mengejar wisuda. hehe …dan saya berhasil. YES, I can do it.
Tapi selama dalam pertempuran itu saya tak sempat untuk memperdulikan sms atau telpon yang masuk ke handpone saya, kecuali bila saya lihat sinyal sesama kawan yang sedang bertempur, barulah saya ladeni. So, maaf buat sahabat, teman atau kenalan jika selama September – November saya tak bisa balas sms atau telpon. I’m terrible sorry yakz.
Selain itu satu kebiasan buruk timbul selama mengerjakan novel ilmiah saya, yaitu hobi makan, terutama ngemil. Saya tidak pernah menyadari jika berat badan saya meningkat pesat, yang saya tahu jika saya stress dan lelah, mulut saya harus mengunyah. Alhasil BB saya naik berkilo-kilo. Busyet dah! Ada yang tahu ga cara menurunkan berat badan yang mudah? Pliz tell me, Tapi jangan via olahraga ya, aku bosenan kalo harus olah raga. J
Sabtu, 14 Februari 2009
Senandung Lirih Setengah Dien
Aku masih tergugu, mematung. Sebuah kertas tebal persegi panjang dengan motif tapis pucuk rebung tergenggam ditanganku. Erat, sampai terasa akan terberai dari bentuknya. Sebuah undangan pernikahn. Seharusnya aku senang membaca nama yang tertera di kertas itu. Namun sebuah rasa begitu menyesak di dadaku, kecewa. Entahlah! Rida Dalina, tentu aku mengenal nama itu, ia karibku sejak sekolah menengah atas. Namun nama yang pria aku tak kenal. Tapi tunggu dulu, sepertinya aku pernah mendengarnya. Tak salah lagi, aku pernah mendengarnya satu kali. Aku semakin meremas kertas ditanganku. Tergiang kembali percakapan sebulan yang lalu, dirumah ini, di ruangan ini, kamarku. Saat itu aku menyempatkan diri untuk pulang ketika jenuh dengan kuliahku yang belum jua selesai.
**@Z**
“Kapan kalian menikah? Bukankah kalian sudah sama-sama bekerja, PNS pula. Pacaran sudah tiga tahun, keluarganya pun sudah mengenalmu, bahkan mengenalku juga. Apalagi yang kalian tunggu?” tanyaku membuka percakapan
“Ya, kami pun sudah berpikir ke arah itu. Aku pun sudah tak tahan disindir, hanya tinggal aku sendiri yang masih lajang dilingkungan rumahku. Masalahnya, Bung belum tahu hubungan kami. Kau tahu bung, kan? Ia tak suka orang jawa. Oke, sudah kucoba saranmu untuk mendekati keluargaku dan meminta tanggapan mereka kalau mandapat menantu jawa. Berhasil memang, tapi hanya pada emak, Atu, Adien, dan tentunya Uni juga, tapi tidak pada Bung” Jawabmu
“Masa tak ada jalan lain, bukankah uni Melly menikah dengan orang jawa juga, dan buing bisa menerima itu” timpalku
“Ya, itulah yang dikatakn uni. Dulu Abah juga marah besar, tapi akhirnya bisa juga menerima suami uni. Uni bilang sekarang akan lebih mudah, karena abah sudah tiada, hanya tinggal bung yang harus dibujuk. Tapi justru itu, bung mewarisi keras kepala abah. Lagipula semua keputusan keluarga kini berada ditangan bung.
Sebenarnya bisa saja aku dan Adi nekad larian, tapi kami tak ingin itu terjadi kalau masih ada jalan yang lebih baik. Ah, kalau saja uang sepuluh juta sudah terkumpul, maka jalannya akan lebih mudah. Tapi tabungan Adi yang baru lima juta kini habis tak bersisa, untuk menambahi biaya operasi kanker ibunya sebelum meninggal beberapa bulan yang lalu. Belum lagi biaya sekolah Andri, adiknya. Aku mengerti jika Adi adalah anak tertua yang harus membantu ayahnya membiayai keluarga. Tapi seharusnya untuk saat ini, Adi memfokuskan biaya untuk pernikahan kami” jelasmu panjang lebar
“Sepuluh juta? Untuk sesan? Mungkin terlalu berat bagi Adi, mengapa tidak diturunkan saja.” Kataku sok tahu
“Aku mau saja, bahkan pernikahan sederhanapun tak apa-apa. Tapi keluarga besarku pasti tidakl akan terima. Lagi pula uang itu tak hanya untuk sesan, tapi untuk pesta juga. Kau tahu untuk menyewa panggung saat ini sangat mahal, uang sepuluh juta tak ada artinya. Itu tidak pakai acara begawi, kalau begawi maka uangnya bisa ratusan juta” jawabmu
“Kalau begitu larian saja, prosesnya lebih mudah” saranku
“Sama saja. Memang sih larian dilakukan bila keluarga si mulei tidak setuju dan untuk memperkecil pintaan sesan. Tapi tetap saja akan memakan biaya yang cukup besar”
“ Ya nggak sama dong. Kan kalau larian, mau tidak mau keluargamu akan setuju dan uang sesan bisa di nego” kataku menyimpulkan
“Sama saja Andini, sayang. Selama hari pernikahan belum ditentukan, si mulei akan berada dirumah keluarga mekhanai, di rias layaknya pengantin, karena ada acara nyubuk yang dilakukan keluarganya. Dan kita harus menghidangkan makanan seperti pada saat pesta. Jadi sama saja, butuh biaya besar” jelasmu sabar
“Oh begitu prosesnya, ribet banget. Layaknya pengantin setiap hari? Apa ga capek? Terus kamu kan pakai jilbab, gimana pakai sigernya? Tanyaku sambil menunjuk jilbabnya yang semakin kecil saja dimataku.
“Itulah, aku juga tak tahu. Tapi yang jelas aku ingin mempertahankan jilbabku” jawabmu dan aku mengangguk, menguatkan. Lalu tiba-tiba kau mengeluh
“Aku akan jujur padamu, karena kau lah sahabat terdekatku, din. Sebenarnya aku sudah putus asa tentang hubunganku dengan Adi. Sejak kami sama-sama tamat kuliah dan pulang ke kampung masing-masing, kami hanya berkomunikasi via sms dan jarang bertemu.”
“Putus asa gimana? Jangan…jangan kau…”
“Dengarkan aku dulu, din. Walaupun emak bisa menerima dari suku apapun suamiku kelak, tapi emak tetap menyarankanku untuk mencari cadangan, karena belum tentu aku jadian dengan Adi. Lagipula jauh dilubuk hatinya, emak berharap bisa dapat menantu Lampung dari garisnya yaitu Panaragan, karena bung dan adien telah menikahi mulei Abung, jadi hanya tinggal diriku yang bisa memenuhi permintaan emak, karena aku bungsu.” Jelasmu
“Terus, maksudmu kau akan cari cadangan, begitu? Semburku kesal
“Aku tidak bermaksud begitu. walaupun, baru-baru ini ada dua orang yang menyatakan cinta padaku. Dua-duanya lampung, tapi aku belum memberikan jawaban apapun pada keduanya. Yang seorang namanya Bahtiar, pegawai Pemda, entahlah aku bingung mengapa keluarganya tiba-tiba telah mengenalku. Yang seorang lagi namanya, Sandyawan. Ia gagah, dan tampan, sering menelpon dan main ke rumahku, tapi aku belum tahu apa pekerjaannya. Kalau melihatnya, orang pasti akan langsung tertarik. Tapi semoga aku memilih suami bukan karena parasnya” ujarmu sambil tersenyum, ah entahlah terasa aneh bagiku.
“Sudahlah, jangan main-main lagi. Kau kan tahu sendiri, pacaran saja sudah dilarang dalam agama kita, tapi kamu justru mau mendua? Lalu bagaimana dengan Adi? Sudahlah kalian menikah saja, dan undang aku” ucapku segera
“Makanya doakan agar aku segera menikah. Dan kamu adalah orang pertama yang akan ku beritahu setelah keluargaku tentu saja, aku janji” katamu sembari menggenggam tanganku, dan kita pun tertawa.
**@Z**
Itu percakapan sebulan yang lalu. Dua minggu yang lalu aku tak pernah bisa menghubunginya lagi. Hp nya selalu tak aktif. Bingung, tapi tak kugubris karena aku sedang sibuk ujian semester. Lalu kini ada undangan ditanganku! Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Yang membuatku sangat kecewa, aku justru diberitahu orang lain tentang pernikahanmu. Adi, pacarmu itu yang memberitahuku. Belum hilang rasa kagetku, ia pun menuduhku berkomplot denganmu, menyembunyikan berita ini. Sungguh aku tak mengerti apa yang terjadi padamu! Mengapa semuanya berjalan tanpa terduga? Bukankah kau akan memberitahuku? Lalu mengapa?
**@Z**
Disinilah kini aku berada, di pesta pernikahanmu, Rida. Kulirik pria yang berada disampingmu. Itukah pria yang telah melarikanmu? Ya, kau dilarikan bukan larian. Itu artinya sama saja dengan kau diculik. Tapi mengapa kau tak berontak? Mengapa tak lari? Mengapa…? Ah, apakah tradisi adat yang telah membelenggumu, tak mengizinkan kau untuk bisa berontak? Karena jika kau berontak, maka aib akan menimpa keluargamu? Tapi bukakankah adat dibuat tak sembarangan? Adat tidak akan membuat seseorang menderita, kau bisa melaporkan pada polisi, atas kesewenangan yang terjadi padamu, jika kau tak setuju. Tiba-tiba sebuah senyum misterius melintas dihadapanku, senyumanmu sebulan yang lalu. Senyum saat kau berkata untuk tidak memilih seseorang karena parasnya. Kini aku mengerti arti senyum itu, kau memang menyukai pria itu kan? Ya, suamimu bernama Sandyawan, yang kau katakan gagah dan tampan.
Bahagiakah kau, Rid? Bahagiakah kau dengan sesan yang entah berapa jenis banyaknya. Pesta yang sungguh meriah, tabuhan musik adat menggiring langkahmu dan suamimu menaiki panggung untuk bernyanyi, hidangan yang melimpah, tamu yang tak henti berdatangan, tetua-tetua adat yang berpantun senang. Sebuah kebahagiaan bukan, jika dipernikahan banyak yang datang, karena berarti doa restupun mengalir juga.
Tapi beberapa saat kemudian aku terduduk lemas Rid, ketika Atu Elia bercerita sambil menangis. Bahwa mereka tak tahu menahu kalau kau dilarikan, karena pada hari itu semua keluarga sedang berada di rumah sakit, menunggui bung yang kecelakaan. Yang sangat mereka sesalkan adalah suamimu tak punya pekerjaan, selama ini ia menghidupi lima orang adik dan ibunya dengan memalak pedagang-pedagang di pasar pekon atau terminal. Dan yang membuatku lebih terkejut lagi ketika Uni Melly mengatakan kalau suamimu meminjam uang untuk sesan dan pesta yang meriah ini. Tak kudengarkan lagi apa yang dikatakan oleh Atu dan Uni selanjutnya. Terbayang olehku beberapa tetanggaku yang ongkang kaki dirumah sementara istrinya bekerja banting tulang. Mungkinkah proses pernikahan mereka sama sepertimu Rid? Nauzdubillah.
Maafkan aku Rid, aku telah salah menuduhmu. Harusnya aku tahu kau tak menginginkan hal ini terjadi padamu. Buktinya wajahmu terlihat sendu, tak ada senyum bahagia, hanya senyum paksa yang coba kau sunggingkan pada setiap tamu yang menyalamimu. Wajahmu mengernyit, payah menahan siger yang bertengger disanggulmu, Satu lagi yang membuatku perih, jilbabmu dipaksa lepas pihak suamimu. Pandangan matamu kosong, ingin rasanya aku menangis, memeluk dan menghiburmu. Tapi itu tak bisa kulakukan apalagi dihadapan para tamu undangan. Ah…tiba-tiba semburat kelabu menutupi langit yang tadi tampak biru, seakan ikut merasakan kesedihanmu langitpun mencurahkan tangisnya, menerjang celah-celah singgasanamu. Tangis itupun terasa menyusup dingin ke pori-pori tubuhku, saat kulangkahkan kaki meninggalkan tempat sandingmu. Hanya doa tulus yang kulantunkan, semoga kau tegar dan bisa membina rumah tangga yang bahagia.
**@Z**
New Cafe, 12:59 AM
Spesial untuk Feb, Menggenapkan setengah dien berarti menambah satu orang saudara, bukan justru menghilangkannya.^-^
Jumat, 13 Februari 2009
Miracle (7)
Persiapan Uji komprehensip
Wah aku capek diburu waktu, sambil perbaikan setelah seminar hasil, aku juga harus mempersiapkan syarat-syarat cek berkas. Ternyata syaratnya banyak betul. Mulai dari ijazah SMU, Foto, transkriplah, KHS, toefl, sertifikat PPL, isi form A, dan apalagi yah? Lupa ah, banyak betul. Ngurusnya yang capek n susah. Setelah itu harus bisa mendapat tanda tangan Mr. King sang sekjur maha sakti, yang perpectnya melebihi Mrs. Perpect dan proseduralnya melebihi Mr. Low, yang walau ada di kampus jika tak ingin ditemui, maka tak seorangpun bisa menghadapnya atau lewat 1 menit saja dari waktu yang telah disepakati, siap-siaplah tidak berjumpa dengannya berhari-hari. Swear deh! Aku juga mengalami itu. Jika kalian tak percaya silahkan menjadi mahasiswa di jurusan bahasa inggris Unila, dijamin kalian akan stress sampai mendarah daging. Atau ikuti saja saran kami, jangan pernah jadi mahasiswa bahasa Inggris di Unila jika tak siap mental untuk domisili yang cukup lama J
Selama 2 minggu aku menunggu Mr. King dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore ketika gerbang jurusan ditutup. Jika bertemu dan beliau tak mau diganggu, maka tunggulah sore. Dan jika sore ia tetap tak mau, jangan bosan mengulang keesokkan harinya. Jangan sekali-kali menelponnya, karena tak akan diangkat dan ia akan lebih sulit ditemui. SMS tak apa, tapi siap-siaplah tak dibalas. Emang siapa kamu? Itu Prinsip Mr. King lho…
Dan miracle kedua diberikan Allah padaku, aku bisa menemui Mr. King pada jam 5: 15 sore di minggu pertama November. Sayangnya hanya karena lupa satu teori di novel ilmiahku, aku tak mendapat tanda tangannya. Menghadap Mr. King sama dengan ujian Komprehensip pertama, sebelum diuji oleh examiner terpilih. Huuh, syusah. 3 hari kemudian aku baru boleh menghadap kembali dan akhirnya mendapat tanda tangan yang sangat simple sekali, yang andai aku ingin curang akan mudah kupalsukan L
Setelah mendapat nama examiner dan menyesuaikan waktu antara examiner dan advisor, yang tentu saja harus bolak-balik bagai setrika. Akhirnya aku ujian komprehensip pada 12 november 2008 dengan waktu terlama 2,5 jam. Untungnya dapat nilai yang memuaskan. Hehe…
Aku serasa tak bernafas selepas kompre, terlalu banyak perbaikan! Sementara Mr. Good harus segera berangkat ketanah suci. Mr. Good sudah Acc cetak, examinerpun sudah, tapi Mr. Low justru belum mengizinkan. Karena 1 advisor belum memberi tanda tangan Acc, maka aku tak bisa mendapat tanda tangan Kajur untuk Acc Cetak. Huhuhu.. Mr. Low, pliz help me! Ratapku dalam setiap pertemuan dan juga ratapku pada Allah disepertiga malam agar hati Mr. Low lunak. Namun tetap belum lunak
ternyata.
Akhirnya dengan seizin Mr. Good aku mencetak 3 lembar pertama pengesahan yang harus ada tanda tangannya, akhirnya Mr. Good menandatangani Lembar pengesahan, karena keesokan harinya Ia harus berangkat ke tanah suci. Mr. Low baru memberikan Acc nya jum’at sore, 2 hari menjelang form A L dan aku baru selesai cetak hari minggu siang. Hari itu juga aku berburu tanda tangan sampai kerumah my examiner, Mr. Low dan juga Kajur, dan baru selesai mendapat tanda tangan pada jam 8 malam. Fuhh…hari yang melelahkan.
Keesokan harinya adalah hari terakhir the Dean of Education Faculty ada difakultas, setelahnya ia akan berlayar ke Malang selama seminggu dan ke Bali selama 10 hari. Dan hari itu adalah hari pengumpulan Form A. Nah Lho? Untungnya hari itu aku bisa dapat tanda tangan The Dean! Akhirnya langsung sebar novel ilmiahku ke perpustakaan universitas dan jurusan sambil ujan-ujanan. Dan ngurus syarat-syarat form A yang selesainya mpe jam 5an. Akhirnya, aku bisa menghembuskan nafas lega. Siap-siap menerima reward.
Rabu, 11 Februari 2009
Unbelievable
unbelievable!
unbelievable!!
unbelievable!!!
Senin, 09 Februari 2009
Pertempuran Memanas (6)
Akhirnya pertolongan datang, seorang teman memberikan referensi yang pas banget dengan yang ingin kucari. Referensi itu berasal dari thesis temannya di universitas Gunadarma, Jakarta. (Vey, I luv u so much)
Akhir April kuserahkan draft pertamaku pada Mr. Good. Bagai malam dan siang deh perbedaan Mr. Good dan Mr. Tango! Aku tak lagi merasa mules atau panas dingin jika ingin bimbingan, tak ada bentakan dan tak ada kata-kata kasar. Dan aku hanya menyerahkan draf 3x, pertengahan Mei aku mendapat persetujuan seminar. Tapi Mr. Low belum Acc, ia ingin draft novelku benar-benar menggunakan bahasa akademik. Alhasil aku baru bisa seminar akhir Juni. Dan di seminar itu, tak ada yang berhasil membantaiku, semua bisa kujawab dengan mudah. Entah mengapa aku merasa paham dengan novelku sejak itu. Dan sungguh mengejutkan Mrs. Perfect diajukan untuk menjadi interaterku oleh para lecturer. Namun dijawab dengan canda oleh Mrs. Perfect, jika aku sanggup membayarnya. Hikz..aku manyun!
Oh ya, satu lagi Dr. Sleep (karena ia selalu terlihat mengantuk, layaknya professor difilm2 yang menggunakan kacamata dan kepalanya hampir botak semua, karena kebanyakan belajar) menanyakan mengapa aku menggunakan kata reseacher, bukannya writer dalam draft novel ilmiahku? Waduh seingatku dulu, yang menganjurkan menggunakan kata researcher adalah Mr. Tango! Dasar Tango, menyesatkan! Ternyata researcher digunakan untuk seorang yang sudah ahli dan pekerjaannya memang meneliti, sementara aku kan bukan ahli morphology jadi lebih baik menggunakan writer. Olala, gitu toh?!
Juli, sekolah libur. So aku tak bisa melakukan penelitian. Jadi aku rehat sementara sambil mengurus visa ku di universitas yang hanya bisa diperpanjang sampai bulan desember 2008. Jika aku belum juga selesai, maka aku akan dideportasi!
Agustus is coming… penelitian!
After that, Olah Data!
Aku tak jadi meminta Mrs. Perfect untuk menjadi interaterku, tak sanggup membayarnya. Emang sih aku tidak bertanya berapa bayarannya? Atau mungkin ia mau membantu tanpa dibayar? Aaah imposible, aku tak mungkin bisa melakukan hal itu. Setidaknya aku harus memberinya kompensasi. Memberi sedikit tak enak, memberi banyak ku tak sanggup. Akhirnya kuminta bantuan 2 teman saja untuk menjadi interaterku. Dua? Hehe,..yang nyata. Yang tersembuyi banyak boo… thanks banget tuk Mrs. Lela and Miss.Endang yang bersedia meluangkan waktu selama berminggu2 untuk memelototi 9000 kata yang harus aku teliti. Thanks tuk Mr. Sinchan yang rela istrinya kusibukkan dengan data-dataku. Thanks tuk Miss.Vey, walau jauh di Jakarta kau bersedia jadi interater via sms dan telpon (habis berapa ya bu?) and thanks untuk diriku yang telah berjuang sekuat tenaga. Ciyeeee…
Awal September penyerahan draft hasil!
Berita mengejutkan Mr. Good akan menunaikan rukun islam yang kelima, naik haji ke tanah suci Mekah. Duuuuuuuuh, aku kan lum seminar hasil, belum kompre. Gimana neh? Desember deadline! Mr. Low Profile sibuk mengurus PLPG (sertifikasi untuk guru-guru)
Akhir September Mr. Good memberikan Acc untuk seminar hasil. Tapi aku belum bimbingan dengan Mr. Low Profile! Oktober libur Idul Fitri!
Wow, teman! aku tak tahu lagi jalan mana yang harus ku tempuh. Mendesak Mr. Low Profile untuk mempercepat Acc, itu tidak mungkin berhasil! Walau baik, Mr Low adalah sosok perfectionis and prosedural. Jika ia sedang tak mau diganggu, maka tak ada yang boleh mengganggunya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah, berdoa pada Allah, meminta sebuah miracle diturunkan padaku dan tak lupa berusaha untuk selalu bisa menghadap Mr. Low setiap hari di jam-jam sibuknya.
24 september sampai 24 November (hari Form A) kunamakan dengan 60 hari mengejar wisuda!
Sabtu, 07 Februari 2009
I get Mr. Good (5)
Aku terhenyak, Mr. Good adalah orang pertama yang dulu kuminta dan kuajukan serta kuharapkan untuk menjadi advisorku pada awal pengajuan judul novel ilmiahku. Namun saat itu, entah bagaimana para lecturer memutuskan Mr. Tango sebagai advisorku, mungkin karena judul yang lolos adalah mengenai Translation yang notabene adalah bidang Mr. Tango.
Well, keesokkan harinya sesuai saran Mr. Low aku menghadap Mr. Tango kembali, untuk meminta surat mandat penyerahan advisor. Dan tanpa basa-basi serta tanpa senyum, ia membuatkan surat mandat tersebut. Dan bayangkan, ia menyatakan dalam surat itu bahwa aku hanya 2x menghadapnya. Aku protes, aku bilang 2,5 tahun bukan hanya 2x. dan ia bersikeras untuk menulis 2x dan ditambah intensif. Dengan alasan itu, ia bilang aku bisa berargumen telah menghadapnya berkali-kali tapi tidak intensif dan yang intensif hanya 2x. ugh, aku kesal sekali! Tapi aku ingat pesan Mr. Low untuk tidak membuat masalah dengan Mr. Tango, agar tidak dipersulit. Akhirnya aku mengiyakan saja apa yang ingin ditulis Mr. Tango.
Setelah itu aku menghadap Mr. Good, meminta kesediaannya menjadi advisorku. Mr. Good sih oke-oke saja, asal Mrs. Perfect mengizinkan. Hari itu juga, aku menghadap Mrs. Perfect. Dan seperti yang sudah kuduga, Mrs. Perfect tidak mau menerima permintaanku untuk ganti advisor.
“Tidak bisa! Anda harus menjalani prosedur yang sudah diputuskan di rapat. Tidak ada pergantian advisor, kecuali jika mereka studi keluar negeri.”
Tiba-tiba Mr. Low masuk ke ruang Mrs. Perfect, begitu melihatku ia tersenyum lalu bertanya “bagaimana?”
Aku hanya menjawab “sedang dibicarakan, sir”
Lalu beliau beralih ke Mrs. Perfect, dan berbicara sebentar. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak peduli.
Begitu mereka selesai bicara, dan Mr. Low sudah keluar, segera kusodorkan surat mandat penyerahan dari Mr. Tango. Entah karena surat itu atau juga karena aku mengembel-embelkan nama Mr. Low sebagai salah satu advisorku yang juga menyetujui penggantian itu, akhirnya Mrs. Perfect menerima untuk mengganti advisorku dan membuat surat keputusannya.
“oke, karena memang Mr. Tango sudah menyerahkan maka mulai hari ini anda sudah tidak dibwah bimbingan beliau lagi”
Akhirnya semua berjalan mulus, tapi dengan terpaksa judulku diganti lagi, bukan dalam cakupan translation lagi tapi harus diubah ke dalam cakupan writing. “An Analysis of Morphological Errors in Students’ Writing at the Second Year of SMU..” Hiks, ini malah tambah susaah fren, karena berdasarkan surface strategy dan communicative effect!hiks, Tapi tak apa-apalah, setidaknya Mr. Good and Mr. Low Profile adalah sahabat.
Oh ya, kali ini aku bercerita pada My academic advisor (PA) dia sampai marah mendengar ceritaku dan berulang kali menyesalkan mengapa tak pernah memberitahunya selama ini. Ia ingin melabrak Mr. Tango, tapi buru-buru kubilang semua masalah sudah selesai dan tidak sepenuhnya kesalahan Mr. Tango, ada juga kesalahanku karena terlalu mempertahankan kajian translation. Dan yang lebih penting agar tidak terjadi perseteruan antara PA ku dengan Mr. Tango. Secara PA ku adalah orang pintar yang kaya, sayangnya ia sudah malas mengajar, tapi semua dosen segan padanya karena ia terlalu pintar, lagipula ia lebih sering pergi ke luar negeri ketimbang berada di universitas.hehe…dasarnya PA ku lebih senang terjun ke politik, ambisinya jadi menteri sih.
Ternyata hikmah dari semua yang kulalui adalah aku kembali mendapatkan Mr. Good, walau dengan proses panjang, melewati 2,5 tahun. Allahu Akbar! Allah Maha Besar dan Maha mengatur segalanya.
Jumat, 06 Februari 2009
April Mop! (4)
“Sit Down”
“Yes, Sir” jawabku tak tenang, kulihat draft novelku tergeltak diatas meja, penuh dengan coretan garis yang dilukis memanjang.
“open and read it”
Oh my Allah, it’s imposible! Mengapa semua tulisan dalam drafku dicoret dan diberi tanda tanya? Tubuhku panas dingin, alamat aku akan diajak berfilsafat lagi. Duh biung…help me! Ternyata benar fren, aku mulai memasuki arena filsafat. Tapi kali ini aku tak ingin lagi mengalah, aku harus bertahan, aku tak mau lagi ganti judul hanya untuk mengikuti keinginan Mr. Tango yang Crazy!
Diskusi memanas, Ia menyalahkan subjek yang akan kuangkat. Harusnya mahasiswa bukan siswa, dan aku menyanggupi untuk meneliti mahasiswa, namun ia berbalik tidak mengizinkan. Lalu ia mengangkat tema yang selama ini belum pernah diangkatnya, Translation! dan aku yakin aku akan kalah karena semua argumenku disambut dengan bentakan! aku mengejang, jantungku bertalu-talu bagai beduk maghrib yang dipukul. Mr. Tango berang karena kalah argumen denganku. Ia menaikkan kakinya yang bersepatu keatas meja dan menggoyang-goyangkannya, tepat didepan tempat dudukku, lalu menyambar sebuah pisang goreng, mengunyahnya dengan lahap dan menyeruput kopi hangatnya. Aku ingin meneteskan air mata, aku tahu jika Mr. Tango sudah mengeluarkan gejala ini maka ia akan mengeluarkan jurus ampuhnya.
“Kamu ganti advisor saja, cari yang bisa se ide dengan kamu!”
Blaaaar!!! Unbelievable!
‘What sir? What do you mean? mengg..ganti anda dengan yang lain?”
“Yeah, kompromikan dengan Mr. Low Profile”
”But sir, you said that u will approve me to seminar?”
“I don’t like your title, translation is so hard and no specific!”
kugigit bibirku keras-keras, berusaha menguatkan diri dan menahan air mata agar tidak luruh kepipi. “Baiklah Sir, akan saya kompromikan. Jika beliau setuju maka saya akan memberitahu anda”
ada kilat kaget dimata Mr. Tango ketika mendengar jawabanku, mungkin ia pikir aku akan menghibanya, maka ia menggertakku dengan ancaman tadi. Ia salah aku memang terluka dengan peluru yang dilontarkannya, tapi aku senang karena ini akan menjadi akhir peperangan kami dan tiba-tiba ia melemah “atau kamu tidak perlu ganti advisor, begini saja kamu teliti kemampuan bahasa inggris mahasiswa semester 1-2 di universitas ini. Saya yakin hasilnya akan spektakuler”
Tidaak!! batinku meronta, itu usul yang sangat mematikan langkahku. Bayangkan aku harus meneliti semua mahasiswa semester 1-2 di universitas ini, dari 7 fakultas dan berpuluh-puluh jurusan dan dengan kepastian yang nyaris nol. Karena bisa jadi jika mood Mr. Tango sedang buruk (moodnya selalu buruk) aku akan diminta mengganti judul lagi. Bukankah baru saja ia tidak menyetujuiku unutk meneliti mahasiswa? Ucapannya benar-benar tak bisa dipegang! Pliz deh, mau jadi mahasiswi abadi? NO!
“No, Sir! I’m sorry, I don’t have time to make a new research. I choose to change my advisor. Thanks.” Ucapku emosi, plus sesak dengan air mata. Ini benar-benar April MOP! Kalian tidak akan pernah membayangkan bagaimana rasanya berada berjam-jam di ruangan Mr. Tango, bagaikan berada dalam situasi perang yang selalu penuh dengan desing peluru. Siap-siap mati ditempat jika jantungmu tak kuat.
Dan hari itu dengan berlinang air mata aku menunggu Mr. Low Profile, berharap menumpahkan kesah dan minta pertolongannya kembali. Aku benar-benar menjadi cewek mellow hari itu, menangis sampai mataku bengkak. Aku menyesali waktu yang terbuang selama 2.5 tahun hanya untuk menggarap hal yang tak pasti, dan ngeri dengan jalan yang ada didepanku. Aku harus mengajukan izin perpanjangan tinggal diuniversitas ini, karena masa mukimku hampir habis. Ku rutuk Mr. Tango tanpa henti. Suatu saat aku harus bisa membalas semua ini. Ia sengaja mengombang-ambingkanku sekian tahun hanya karena aku Moslem!
Kamis, 05 Februari 2009
Seberkas Cahaya (3)
“crazy! Bilang dong ke dia, ini sudah spesifik. Dia sebenarnya mau apa sih? Ganti judul kok berkali-kali!” komentar Mr. Low Profile dengan angry.
Well, akhirnya kami kompromi mengganti judul draft untuk yang keempat kalinya. Dan hasilnya membuat ku nelangsa. “An analysis of Morphological errors in students’ translating at the second years of SMU…”
“But sir, I don’t know about morphology. How can I do it? It’s very difficult!”
“but it’s very specific! You just look for the references about this. Ask Mr. Power, maybe he has many book about morphology that he bought from Australian last time. Maybe, I think. Okay, good luck”
Well, kuturuti saran Mr. Low Profile. Kucari bahan referensi diperpustakaan, mengubek referensi my lecturer, jelajah internet sampai minta bantuan teman di Jakarta untuk ngubek referensi diuniversitasnya. Dan dengan persiapan matang untuk kesekian kalinya aku menghadap Mr. Tango. Dan ia mengangguk-angguk puas setelah mencoret dan bertanya mengenai drafku.
“Good. Revise this and meet me next time, I will give you approval. Ok”
‘ok, sir! Thanks a lot”
Diluar, kukepalkan tangan dan kuacungkan tinggi-tinggi lalu dengan melompat kutarik tanganku kebawah dan berucap “Yes!akhirnya disetujui”
Rabu, 04 Februari 2009
DONAT KENTANG
¼ kg Kentang ukuran sedang
½ permifan
150 gr Simas
2 butir telur ayam
½ dari ¼ kg gula pasir
¼ terigu
2 bungkus vanili
Mesis Ceres secukupnya
Cara membuatnya:
1. Terlebih dahulu kukus kentang hingga matang
2. Setelah matang, dinginkan lalu kupas dan haluskan dengan cara ditumbuk
(jangan sampai tidak halus, karena akan mempengaruhi donat yang akan dibuat).
3. Setelah halus, masukkan ke dalam wadah (baskom) lalu masukkan telur,
simas, vanili, gula dan permifan. aduk rata adonan.
4. Masukkan terigu sedikit demi sedikit kedalam adonan.
5. Jika adonan telah siap, diamkan selama 5 menit.
6. Bentuk donat, dan langsung di goreng di minyak panas.
7. Angkat jika sudang berwarna kuning kecoklatan, dinginkan
8. Oleskan Simas diatasnya, lalu taburkan mesis ceres
9. Selamat menikmati
Note:
Jika anda berhasil, maka donat yang anda buat akan sama dengan yang ada di
toko-toko, mengembang dan halus. Ketika masih kuliah sekitar semester 3-4
saya sering membuatnya lho. Dan berhasil. Duh jadi seneng deh…
Selasa, 03 Februari 2009
Mood Mr. Tango (2)
Dan draft itu kukerjakan kembali, bolak-balik memenuhi permintaan Mr. Tango yang minta ini dan itu diubah. Akhirnya aku harus siap mendengar luncuran kalimatnya. “I think, ur draft is complicated. It’s so hard for you. Pliz be specific for the text. More specific! Yes, I think, you must change this draft…”
Aku protes, tak terima dipermainkan berkali-kali “ But sir, I think I can do this draft. It’s so easy for me. This the third title changed. If I must change again, it means the fourth sir. Pliz, help me sir. I just have a little time to live in this university, Sir…..” bla…bla…rengekan dan argumen tak jua mengubah keputusannya.
“It’s the last, we never change it again. Ok, do it as fast as u can and I will give u approval for seminar”
“What the title, Sir? I don’t have any idea this time”
“u must look for by yourself, because it’s ur duty!”
STUPID! Rutukku dalam hati. Ia yang meminta judul untuk diganti lebih spesifik, tapi tak juga mau memberi alternatif judul yang ia mau. Aku harus mencari lagi, dan lagi! Apa sih hikmah dibalik ini semua?Aku lelah, sumpah! Teman-teman yang barengan nulis novel ilimah sudah pada mencetak novel mereka, dan akan segera menerbitkan novel ilmiah mereka dan siap menerima reward. Nah aku? Hiks…Ya Allah, apa sebenarnya hikmah yang ingin Kau tunjukan padaku??? T_T