Halaman

Rabu, 24 September 2008

BEHIND THE SCENE MASYARAKAT MADANI VERSI QU

Tulisan ini qu buat, terinspirasi percakapan menjelang siang dengan seorang penulis dan percakapan menjelang sore dengan seorang mama yang anaknya akan menikah dengan orang amrik! Kalo nggak salah, percakapan itu terjadi awal mei tahun lalu. Karena ada hal-hal yang masih mengganjal di my pensieve, so daripada di pendem mending di buat jadi tulisan khan?J siapa tau dari tulisan ini bisa menginspirasi diriku atau teman-teman untuk membuat tulisan lain. Atau justru teman-teman juga ingin menambahi? J

Qu mulai dari mana ya? Oia, dari percakapan tentang masyarakat madani. Nih gara2 temanqu yang penulis itu sedang proses bwt buku ttg masyarakat madani dengan berkiblat ke barat. Menurutqu masyarakat madani tuh hanya bisa tercipta dengan menegakkan islam! Untuk mewujudkan masyarakat madani ini, aqu tak akan berkiblat ke negara-negara maju macam Amerika. walaupun si Amrik menggembor-gemborkan mereka bisa menciptakan masyarakat madani. Aku tetap nggak percaya! Why? Ya iyalah, lha wong politik mereka aja kotor, gimana masyarakatnya bisa madani? Masyarakat madani harus tercipta selaras dengan politik… so kalo politiknya bersih ya sudah pasti masyrakatnya madani. Kalo politiknya kotor, maka yang terjadi sebaliknya. Kedua hal ini nggak bisa dipisahkan satu sama lain. Maka kalo mau cari kiblat, aqu merujuk ke 14 abad silam aja, saat kejayaan islam berkembang. Lha kok ke sana? Ya gpp khan? Orang barat aja merujuk ke masa itu, masak kita merujuk ke mereka?

Ada buktinya lho, bukan aqu ngomong doank. Martine Kramer, direktur Moshe Dayan Center For Middle Eastern and African Studies Universitas Tel Aviv, israel sampe bilang bahwa pada tahun 1000 M orang nggak bisa ngaku terpelajar kalo ngga bisa bahasa arab ( coz saat itu bahasa arab adalah bahasa sains dan filsafat), orang ngga bisa ngaku udah pergi ke negara-negara besar kalo belum mendatangi Bagdad (irak), cordoba (spanyol), kairo (mesir), Bukhara (asia tengah). Truz dia juga bilang kalo saja hadiah Nobel tuh udah ada tahun 1000 M pasti semuanya jatuh ke tangan orang-orang islam. Kita ambil contohnya Al Biruni (973 – 1050M) yang di sebut multi ahli coz bidang keahliannya banyak banget, yaitu: astronomi, matematika, mineral, tumbuhan, bahasa bahkan sejarah. (Kalo nggak salah ingat, kalimat ini dari artikel yang diterbitkan oleh international movement for a just world berjudul Martine Kraemer, “Islam’s Sober Millenium.”)

Tuh khan orang israel (yahudi) aja mpe bilang gitu, itu artinya islam tuh maju banget, diakui gitu lho.

Atau ada lagi seorang komunis perancis bernama Roger Geraudy, yang mengatakan bahwa pada tahun 1000 M ada anekdot di kalangan penduduk perancis selatan tentang hal-hal yang sangat mereka sesali yaitu mereka menyesali terhentinya laju pasukan Arab dalam pertempuran Tours di perancis selatan. Coz andai saja kaum muslimin berhasil menguasai mereka maka kemajuan demi kemajuan akan lebih cepat mereka dapatkan. Nah lho…. Akhirnya sangking terpesonanya si Roger dengan peradaban islam, dia jadi masuk islam lho. Nah orang-orang barat saja mengakui peradaban islam, so kenapa kita harus berkiblat ke negara barat?

Kita kembali lagi ke Masyarakat Madani yach….

Masyarakat Madani akan terwujud bila syariat islam tegak di muka bumi. Sayangnya ini ngga mudah khan? Why? Coz kita (yang notabene orang islam) justru takut bila syariat islam benar-benar tegak! Mengapa bisa terjadi?

Hal itu menandakan bahwa Ghozwul fikri (invansi pemikiran) yang dilancarkan Barat telah berhasil menggerogoti pemikiran umat islam. Kapan sih sebenarnya Ghozwul fikri di kumandangkan? Jawabnya, pada akhir perang salib VII yang dipimpin Louis IX (yang saat itu di tawan oleh mesir di Manshurah). Nah si Louis IX inilah yang berujar pada orang-orang barat:

“Kita sama-sama menjalani pertarungan yang panjang antara islam dan barat. Tidak mungkin kita menghancurkan islam karena islam memiliki metode dan operasional yang bernama Jihad Fisabilillah. Selama masih ada jihad ini pada diri umat islam maka mereka tidak akan pernah kita kalahkan, karena itu harus di buat penyimpangan arti dan pendangkalan makna jihad dalam diri umat islam.”

Maka sejak itu, Barat telah sepakat untuk melancarkan Ghozwul fikri terhadap umat islam dengan menggunakan kekuatan dan sarana – kebudayaan, pendidikan, hukum, dan media komunikasi – yang mereka miliki. Tujuannya untuk MENGHANCURKAN ISLAM!

Metode yang mereka buat adalah:

Metode Pencemaran / pengaburan (Tasywih)

Dengan cara apapun islam harus digambarkan sebagai agama yang kejam, sadis,

kumpulan teroris, doyan perang, dsb. (media massa gencar mengumbar metode ini)

Metode Penyesatan (Tadhlil)

Mendorong umat islam untuk mencintai hal-hal mistik dan magis

Metode pembaratan (Taghrib)

Umat islam di upayakan untuk mengadopsi barat mulai dari lagu-lagu, film, mode

Sampai life sytle…

Metode Modernisasi (Ashriyah)

mereka berusaha meracuni pemikiran umat islam dengan slogan-slogan yang

berbunyi “ ganti gaya hidup kuno dengan gaya hidup yang menjanjikan

kecemerlangan yaitu gaya hidup barat yang modern”

Keempat metode tersebut berlangsung secara bersamaan, terus menerus dan saling memberikan resultan sehingga makin menimbulkan dampak menyeluruh, tanpa pernah disadari oleh umat islam sendiri. Tasywih menyebabkan generasi muda islam pergi meninggalkan islam atau menerapkan ajaran islam dengan skala lokal, yang mengakibatkan rendahnya wajah islam di hadapan agama lain. Tadhlil menyimpangkan umat islam ke arah syirik (lihatlah masyarakat kita yang terlalu percaya pada hal-hal yang dianggap pamali, dukun, dsb). sedangkan taghrib dan ashriyah menenggelamkan gambaran sejarah kegemilangan peradaban islam yang pernah di hadirkan oleh rasul dan para sahabat 14 abad silam.

Dari Gozwul fikri inilah timbul generasi islam yang kosong dari pemahaman wawasan islam (tsaqofah islamiah), tidak mengenal agamanya sendiri, bahkan ikut melecehkan ajaran agamanya. Hal ini berdampak pada pelunturan ekstensi seorang muslim. Semua ini berlangsung dengan penuh kewajaran, ketenangan, tanpa setetes darahpun yang mengalir. Sebagaimana sabda Rasullulah SAW : “satu-persatu islam akan lepas, pertama adalah hukumat (undang-undang dan pemerintahan) dan terakhir adalah shalat.”

Ghozwul fikri inilah yang menyebabkan umat islam takut menegakkan syariat islam! Kita bahkan lebih bisa menerima syariat agama lain yang diterapkan ketimbang syariat islam. For example: saat ini di Bali sudah mulai diterapkan syariat agama hindu, ketika Nyepi, seluruh kegiatan termasuk di bandara harus diliburkan untuk menghormati hari besar mereka. Ngga ada tuh yang protes, enjoy aja. Padahal Bali itu kota international lho, yang pastinya banyak orang-orang asing transit disana. Eh giliran Aceh mau nerapin syariat islam, kok malah di perangi? Ditentang habis-habisan bo…!!!

Yups sekarang kita balik lagi ke Masyarakat Madani….

Karena menurutqu Masyarakat Madani ini akan tercipta dengan tegaknya syariat islam, maka yang perlu di perbaiki adalah masyarakatnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat itu terdiri dari keluarga-keluarga. Keluarga terdiri dari individu-individu. Individu ini terdiri dari orang tua, anak-anak, remaja dan dewasa.

Untuk menciptakan masyarakat madani bukanlah hal yang mudah, mungkin bisa makan waktu bertahun-tahun. Kita harus membentuk keluarga madani, yang tentunya di bentuk dari individu-individu yang madani pula. Kalo kita mengharapkan para generasi tua berubah itu sama halnya dengan mematahkan pohon yang akarnya telah lama menghunjam tanah, suliiiiiiiiit. Coz biasanya kebanyakan mereka selalu ngotot berada dalam posisi benar (walaupun salah!), oleh karena itu kita fokus membina generasi muda coz pikirannya masih berkembang belum stagnan, jadi mudah menerima kebenaran. Tapi tetep generasi tua ngga boleh dibiarkan begitu aja. Ibarat batu besar yang di tetesi air, lama-lama akan hancur juga. Seperti itu pula generasi tua, lama-kelamaan mereka juga akan ikut kita kok. (he..he…pede banget ya, teori dari mana tuh?)

Jika Individu-individu Madani (IM) telah terbentuk maka mereka akan menciptakan Keluarga-keluarga Madani (KM), lalu dengan sendirinya Masyarakat Madani (MM) akan terwujud.

Kasih bagan lagi yach....

Nah, sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara menciptakan individu yang madani? Yaitu dengan mengenalkan prilaku yang islami, sehingga terbentuk pribadi yang islami menuju individu yang madani. Buatlah generasi muda islam kembali bangga dengan agamanya. Dengan kata lain kita harus buat metode untuk memerangi metode ghozwul fikri. Cara yang paling mudah adalah dengan menerapkan prilaku islami pada diri kita sendiri, sehingga bisa di tiru oleh yang laen! Why? Coz menurut fitrahnya setiap individu, memiliki hasrat untuk mencari kebenaran yang mendamaikan hatinya. Kita ambil contoh, kisah Nabi Ibrahim as. (Duh teman-teman, mengenai prilaku ini kita diskusikan saja lain kali yah, soalnya banyak banget! Lagipula aqu yakin banget kalian dah tau koq)

Lalu bagaimana kalau menciptakan masyarakat madani dalam otonomi daerah? Yach tetep kembali lagi ke individu-individunya yang harus madani, coz mereka inilah yang akan duduk di seluruh sektor pekerjaan yang ada di daerah itu khan?

Aqu senang ada yang mau menuliskan tentang ini dalam sebuah buku. Aqu harap bukan karena masyarakat madani sedang booming diisukan. Aqu juga berharap buku itu di buat dengan niat untuk mengubah masyarakat kita. Aqu juga berharap penulisnya tidak sekedar menghimpun teori-teori dari orang lain lalu mengerucutkannya. Aqu berharap penulisnya juga menuliskan pendapatnya sendiri. Bukankah seorang penulis tidak boleh terbelenggu? Penulis bebas mengutarakan pemikirannya asal tidak menyimpang dari norma. Menurutqu penulis itu adalah orang yang paling merdeka, coz menulis adalah mengeluarkan pikiran dan pendapat kita secara merdeka.

Kalo mau disimpulkan menulis adalah salah satu cara berdakwah lho. Kita bisa berantas ghozwul fikri dengan pedang pena! So, kita harus buat tulisan yang mampu membangkitkan generasi muda islam yang selama ini tertidur lelap.

Oia, hampir lupa aqu mau nyaranin ke penulisnya, kalo mau buat buku dengan judul “Menciptakan Masyarakat Madani dalam otonomi daerah’ jangan spesifik ke daerah lampung saja. Coz bisa-bisa penerbit yang konon menjamur diluar ga mau nerbitin buku itu. Ya iyalah, abis bukunya spesifik ke lampung doank! Ujung-ujungnya back to penerbit lampung khan? Tapi kalo buku ini tidak spesifik untuk otonomi satu daerah saja, bisa jadi buku ini menyebar ke seluruh nusantara khan …J

Cukup sekian deh, aqu dah capek, lain kali disambung …yang setuju ma pendapatqu ataupun yang punya pendapat lain silahkan Coment here...

Tidak ada komentar: