Pengumuman CPNS seluruh Propinsi di Indonesia baru saja usai. Menyisakan kebahagiaan bagi yang lulus dan kekecewaan bagi yang belum dinyatakan lulus. Namun, apakah proses penerimaan CPNS sudah benar-benar tidak menggunakan azas KKN seperti yang dikoar-koarkan oleh pemerintah saat ini. Bulshitt! Mengapa saya sampai berkata sekasar itu? Karena pada kenyataannya prosesnya penuh dengan manipulasi. Walau dikatakan mulai dari awal sampai akhir di kawal dengan penjagaan ketat agar tidak ada yang bisa ‘sogok-menyogok’ tetap saja yang membuat peraturan punya cara lebih jitu untuk menyelinapkan aksi tersebut. Memang tidak semua proses yang dimanipulasi, mungkin bisa dikatakan fifty-fifty, ada yang memang lulus murni tapi tak sedikit yang menggunakan uang untuk lulus. Sehingga jika ada yang protes, bisa disangkal oleh yang lulus murni –saya murni kok, ga pake uang. Sumpah- lagipula tak ada bukti nyata yang terekam, sehingga sulit untuk diprotes secara hukum –negara hukum yang payah-
Seperti halnya CPNS di Lampung, pemerintah jauh-jauh meminta UI sebagai panitia pembuat soal dan pengoreksi jawaban dengan alasan agar prosesnya murni, tidak ada ‘sogok-menyogok’, pemberitaan gencar menyatakan mulai dari penggandaan soal, proses test, sampai pengumuman dilakukan dengan pengawalan ketat polisi –yang citranya sudah buruk dimata masyarakat- dan dengan cara meyakinkan sekali menyatakan bahwa CPNS kali ini benar-benar murni. Entahlah apakah pemerintah benar-benar tidak tahu permainan dibelakang proses ini, atau pura-pura tidak tahu karena juga menjadi salah satu pemainnya.
Saya pernah menyaksikan seseorang bicara dihadapan saya dan beberapa teman guru lainnya, :”bayar saja 75 juta pada saya, pasti akan diterima. Percayalah pada saya. Ada orang dalam yang biasa memegang hal ini.” Saat itu tanggapan rekan saya bermacam-macam, yang intinya kalau punya uang sebanyak itu mending dipakai untuk buka usaha saja daripada digunakan untuk menyogok agar bisa jadi PNS yang gajinya ga seberapa. Alhasil belum satupun nama kami muncul di pengumuman CPNS kemarin. Ada juga cerita tetangga saya, bahwa temannya yang sesama pedagang bisa jadi PNS guru dengan cara memberikan uang 150 juta, temannya ini menggadaikan rumahnya dan meminjam uang kesana-kemari, dan sekarang sedang mengatur strategi bagaimana caranya untuk mengembalikan rumahnya kembali dan uang yang dipinjam dari teman-temannya. Dan ada yang tragis lagi, jadi stress karena sudah membayar 150 juta tapi tidak lulus CPNS –karena salah pilih orang yang bisa menggolkannya- dan kini akan berurusan dengan pengadilan meminta uangnya dikembalikan. Wah udah caranya melanggar hukum –menyogok- eh sekarang minta keadilan pada hukum lagi.
Lain lagi yang terjadi dikabupaten lain, seseorang yang tidak pernah kuliah berani membeli ijazah sarjana palsu dengan label perguruan tinggi yang cukup terkenal, lalu membayar kepada oknum BKD entah berapa puluh juta, dan akhirnya namanya tercantum dalam pengumuman kemarin sebagai CPNS bidang studi agama islam. Benar-benar berani tindakannya, sampai-sampai sudah tak lagi takut dengan hukum, dengan norma masyarakat, bahkan dengan Tuhannya sendiri. Sayang saya tidak punya bukti nyata, tapi biarlah orang ini pasti akan kena batunya, karena masyarakat didaerahnya tahu bahwa ia tak pernah kuliah, tentunya masyarakat yang cerdas akan protes apalagi jika ternyata anak-saudara mereka tak lulus CPNS, padahal telah bersusah payah mencari gelar sarjana.- ah biarkan saja, Tuhan pun tak buta.
Lihatlah betapa system KKN –khususnya sogok menyogok- ini bagai lingkaran setan. Lingkaran yang tak kan pernah berhenti karena ada unsur balas budi –saling menolong dalam kebatilan- sehingga yang terpikirkan selanjutnya setelah menjadi PNS adalah bagaimana cara mengembalikan hutang-hutangnya. Hal ini benar-benar merugikan Negara –wajar jika negara kita tak pernah bisa maju- contohnya mudah terlihat, jika ia seorang guru yang lulus karena menyogok maka ia tak lagi berpikir bagaimana memajukan anak bangsa, bagaimana menciptakan suasana kreatif belajar, bagaimana membuat metode-metode jitu untuk anak didik melainkan ia akan berpikir bagaimana mencari uang tambahan untuk menambal biaya hidupnya sehari-hari karena gajinya sudah habis untuk membayar hutang Bank. Jika ia PNS Pemda atau departemen-departemen lainnya, tak akan beda jauh dengan guru, ia pun akan malas-malasan bekerja karena memang sudah tak ada lagi gaji ditangan. Alhasil tak ada pembangunan nyata di Negara kita, walau sampai berbusa mulut kita menyerukan kemajuan.
Seandainya pemerintah ingin hasil yang benar-benar murni, seharusnya bukan haya poengawalan ketat yang dilakukan. Melainkan kerjasama yang utuh, artinya ketika pemerintah meminta UI menjadi pembuat soal dan pemeriksa lembar jawaban, seharusnya pemerintah juga membiarkan UI mengumumkan hasilnya, serta BKN juga mengumumkan hasilnya. Sehingga hasilnya benar-benar transparan. Namun pemerintah tak mau dengan alasan akan menghabiskan banyak dana. Ah, berapa sih dana yang dikeluarkan untuk pengumuman? Sebanding tidak dengan kualitas PNS yang dihasilkan? Tentunya perbandingannya akan jauh sekali, setidaknya PNS yang dihasilkan adalah yang benar-benar mau memajukan Negara, bukan hanya ingin memajukan didri sendiri –seperti kebanyakan PNS saat ini-
Akhirnya, kembalikan pada diri kita sendiri. Jika kita ingin lingkaran setan ini berhenti, maka mulailah dari diri kita sendiri dan dari keluarga kita sendiri. Sehingga di masa depan lingkaran setan itu makin lama akan makin terkikis. Insyaallah, wallahu alam bishowab
1 komentar:
Tragis... Miris...
Posting Komentar