Halaman

Senin, 30 Maret 2009

MIRACLE REZEKI


Pernahkah kalian mendapat Miracle Rezeki? Yaitu rezeki yang diatur sebagai miracle bagi kita. Dimana rezeki tersebut didatangkan pada kita setelah kita tidak pernah lagi memikirkannya atau tidak pernah lagi berharap mendapatkannya. Rezeki itu harus melalui rentang waktu yang cukup lama, dan penuh lika-liku. Ibarat perjalanan kera sakti Sun Gu Kong bersama sang guru yang penuh rintangan.

Saya pernah mengalaminya. Antara lain, ketika saya tidak lulus test masuk sekolah kesehatan di Kotabumi –saat itu saya tinggal di desa nun jauh di pegunungan Lampung Barat, tujuan saya adalah sekolah dikota- tapi ternyata saya tidak lulus test, dan saya sempat nangis bombai seolah hilanglah harapan saya menjadi anak kota. Selang setahun setelah mengenyam 1 tahun masa SMU didesa, tanpa disangka ayahanda dipindahtugaskan ke ibukota Lampung Barat, sehingga saya dan keluarga memutuskan pindah ke Kotabumi-Lampung Utara (Kampung halaman Ibunda). Nah, akhirnya saya skul di kota. Bagi saya ini adalah Rezeki Miracle.

Saat menanti kelulusan SMU, semua teman saya bergentayangan dilembaga-lembaga bimbel sampai ke provinsi segala agar bisa lulus UMPTN, sementara saya harus rela belajar otodidak. Tapi ternyata saya tak perlu ikut UMPTN, karena saya lulus PMKA. Nah ini miracle rezeki lagi bagi saya, secara saya kan anak pindahan, tapi kok bisa tembus PMKA? Saya aja ga tau kalo saya gol PMKA, saya tau nya juga dari tetangga yang langganan koran, itupun jauh setelah pengumuman. Dasarnya rezeki, ya gak lari walau gak dikejar.

Trus saya kan pengen banget jadi wartawan, eh saya ikutan koran kampus mpe jadi pengurus segala. Pengen banget tulisan saya dimuat di koran, alhamdullilah beberapa sudah dimuat. Pengen banget bisa siaran di radio, akhirnya bisa juga siaran saat berjibaku mengurus FLP. Pengen banget bisa ke Jakarta lagi –cupu banget ya?- akhirnya saya juga bisa ke Jakarta. Nah saya namakan semua itu Miracle Rezeki.

Lalu ketika saya berkutat dengan skripsi, dari awal saya sudah mengancang-ancangkan untuk mendapat pembimbing Mr.Good, tapi ternyata saya malah di lempar ke Mr. Tango sampai sekitar 2,5 tahun menari-nari Tango. Lalu setelahnya saya baru bisa kembali pada Mr. Good. Nah ini juga Miracle Rezeki. (lengkapnya baca versi Kisah 1-10)

Lalu saya juga pernah menawarkan sebuah pekerjaan kepada teman saya. Awalnya pekerjaan itu ditawarkan pada saya, tapi karena saya masih punya kewajiban ditempat kerja saya maka saya tidak bisa menerima tawaran tersebut. Akhirnya saya tawarkan kepada teman saya yang lain. Dan saya tidak pernah mengungkit-ungkit kepada teman yang saya tawari kerja tersebut bahwa dia bisa kerja disana karena saya, saya bahkan tidak mengingat-ingat hal itu. Itu sih rezeki dia, sementara saya hanya perantara saja. Tapi ternyata teman saya ini terlalu peka, jadi ia terus merasa berhutang budi dan takut saya ungkit-ungkit. Setelah saya tegaskan tidak akan melakukan hal itu, ia sih percaya akhirnya –katanya lho- dan saya memang tidak pernah mengungkit-ungkit hal itu, walau kerja saya diambang krisis. Singkat cerita, setahun berlalu atau mungkin lebih, teman saya mendapat pekerjaan ditempat yang lain, Ia akhirnya mengembalikan pekerjaan yang dulu pernah saya tawarkan padanya. Ini juga Miracle Rezeki bagi saya, datangnya tidak diduga, saat saya memang butuh.

Bagaimana dengan anda, apakah anda pernah mendapat Miracle Rezeki?

Senin, 23 Maret 2009

Pesawat Luar Angkasa (=) Saya


Suatu hari saya pernah meminta pendapat ke beberapa teman, saya menanyakan apa pendapat mereka tentang saya. Senangnya mereka memberitahu baik dan buruknya sikap saya, sehingga saya bisa introspeksi diri. Namun ada seorang sahabat yang mengatakan saya sebagai ‘pesawat luar angkasa’ karena cara berpikir saya dan dia jauh berbeda, kadang-kadang jadi susah, katanya. Dengan kata lain saya salah dimata dia dan tak punya kebaikan sama sekali. Saya kecewa dengan jawaban dia, karena selama ini saya berusaha mengimbangi pikirannya yang melesat-lesat naik-turun tanpa juntrungan. Kalau semua teman saya yang lain mengeluhkan dia karena suka seenaknya, kadang ga mikirin orang lain dengan gaya berpikirnya itu, saya dengan legowo mencoba menetralisir agar teman-teman yang lain bisa menerima keberadaannya dan cara berpikirnya –yang menurutnya hebat sekalee- itu.

Tapi karena pernyataannya tentang ‘pesawat ruang angkasa’, saya jadi ilfill dengan dia. Di beri hati kok malah nusuk jantung. Akhirnya saya mendiamkan dia dan tak pernah merespon apapun dari dia. Saya hanya ingin memberi pelajaran padanya, agar dia sadar bahwa dia bukanlah orang yang sangat sempurna, yang tak punya cela. Agar dia menyadari orang-orang yang selama ini berada bersamanya dan selalu berusaha mendukungnya. Saya hanya bilang, “Kamu beruntung berteman dengan saya, karena pesawat ruang angkasa hanya sedikit jumlahnya dibanding pesawat lainnya, dan tak sembarang orang bisa berada didalamnya.”

Entah karena ia merasa kehilangan saya atau karena ia menyadari kesalahannya, suatu petang ia mengirim sms pada saya, “Smg smua marah, kesal, ketidakpuasan, ketidaklegaan, benci, sakit hati, sirna bersama sore ini dan hilang dlm pekat malam. Maafkan daku atas semua salah. Dari lubuk hati paling dalam, tuntaskanlah smua marah, akan terima dan dengar, buatlah daku berubah, terimalah aku kembali seperti dulu” halah, halah, kumatlah ia bersajak. Pada dasarnya saya tak bisa berlama-lama marah atau sakit hati ataupun mendiamkan sahabat saya, jauh sebelum ia meminta maaf, saya sudah memaafkannya. Beruntunglah ia bersahabat dengan saya, si ‘PESAWAT LUAR ANGKASA’.

Rabu, 18 Maret 2009

WARNAI HIDUP DENGAN PENA


Pejamkan mata, lalu bayangkan sebuah jungkat-jungkit dengan seorang anak di salah satu ujungnya. Hanya seorang saja. Apa yang akan terjadi? Apakah Jungkat-junkit itu bergerak naik turun? Tentu saja tidak. Jungkat jungkit itu hanya diam karena tak ada beban pada ujung yang lainnya.

Kemudian bayangkan sebuah rumah yang dihuni oleh beberapa anak dengan hanya satu orang tua, ayah saja atau ibu saja. Apa yang akan terjadi jika mereka hanya dibesarkan oleh ibunya saja? Apa yang akan terjadi bila yang mendidik mereka hanya seorang ayah saja? Tentunya karakter yang akan mendominasi mereka adalah karakter orang yang mendidiknya yaitu karakter sang ibu atau sang ayah.

Kemudian lihat apa yang terjadi pada anak-anak yang dibesarkan dengan pemenuhan kebutuhan lahir saja tanpa dilengkapi dengan pemenuhan kebuthan batin. Tentu saja anak-anak yang seperti ini merasakan kegersangan hidup. Kesimpulan dari ketiga ilustrasi di atas bahwa dalam kehidupan ini telah terjadi ketimpangan atau ketidakseimbangan.

Dalam hidup dibutuhkan keseimbangan agar kita dapat berjalan tegak, tidak pincang sebelah. Lalu bagaimana cara menyeimbangkan hidup kita? Sebagaimana pepatah mengatakan banyak jalan menuju Roma, maka banyak cara menyeimbangkan hidup. Salah satu cara yang mudah adalah dengan menulis. Mengapa hal ini mudah? Karena menulis tidak perlu adu otot untuk melakukannya.

Misalnya saja ada seorang pelajar yang hampir setiap hari mengalami kejadian yang sama di waktu yang hampir bersamaan. Di sekolah ia dianggap sebagai murid bodoh karena nilai-nilai yang tak pernah bagus, di organisasi tak ada yang mau mendengarkan pendapatnya, dan dirumah ia harus melihat kedua orang tuanya bertengkar dan ketika ia mencoba melerai justru terkena hantaman sang ayah. Begitu terus setiap hari, masalah bertubi-tubi singgah dan mengendap di kepalanya. Lalu apa yang harus ia lakukan? Ia sudah tidak tahan lagi dan ingin segera melepaskan beban di kepalanya.

Ada dua kemungkinan untuk meringankan bebannya. Cara pertama yaitu dengan berpikir negatif bahwa tak akan ada yang mau mendengarkannya karena ia dianggap bodoh. Tak ada yang peduli padanya maka apapun yang dilakukannya tak akan ada pengaruh pada siapapun. Lalu ia memeutuskan untuk menjadi anak genk, memimpin tawuran, menjadi pecandu narkoba, dan akhirnya overdosis, kemudian meninggal dalam kesia-siaan. Na’uzubillah.

Cara kedua yang dapat dilakukannya yaitu dengan berpikir positif. Meyakini bahwa suatu saat nanti ia bisa menunjukkan kemampuannya meskipun saat ini belum ada yang mau mendengarkannya dan percaya padanya. Maka ditumpahkanlah semua beban dikepalanya dengan menggerakkan pena, menuliskan semua keluh kesah, harapan, dan pendapatnya di lembaran-lembaran kertas sebuah buku. Lalu apa yang akan terjadi? Ia menjadi seorang penulis yang tulisannya selalu ditunggu para pembacanya.

Begitu pula dengan kita, sebagai umat islam kita mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kebenaran. Nabi bersabda bahwa sampaikanlah walau Cuma satu ayat. Kita bisa menyampaikannya secara lisan maupun tulisan. Melalui tulisan kita dapat mengemas kata-kata yang mudah dipahami, yang bisa menggugah seseorang tapi tidak menggurui.

Saat ini banyak kejadian atau peristiwa yang menyudutkan umat islam, terutama serangan gozwul fikri yang semakin bertubi-tubi. Tugas kita adalah membuat penangkisnya. Kita harus mencoba menjadi yang terbaik dengan memberikan pencerahan kepada saudara-saudara kita agar mereka tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan. Kita dapat membantu mereka agar tidak mudah terbawa arus sehingga akan tercipta generasi yang kuat, kokoh, dan tangguh.

Kita harus membuka pikiran dengan wawasan yang seluas-luasnya. Mengungkapkan fakta yang baik dan yang buruk dengan cara yang cerdas. Salah satunya dengan menulis. Yakinlah bahwa setiap pembaca itu pintar. Mereka dapat menangkap apa yang dimaksud, dengan cara inilah kita telah menyiapkan tentara yang siap bertempur dengan jiwa dan raganya.

Selain itu, dengan menulis akan menyeimbangkan otak kanan dan kiri, dapat mempengaruhi pola piker dan mental seseorang baik secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh tulisan tersebut dapat membekas menjadi suatu kepribadian, dengan kata lain dunia kepenulisan dapat menciptakan suatu sikap mental, idiologi, keyakinan bahkan menitipkan harapan. Tak penting apa yang kita tulis, yang terpenting pesan apa yang akan kita sampaikan kepada pembaca.

Oleh karena itu, mulailah untuk mengasah dan menajamkan pena kita agar dapat menorehkan kebaikan meskipun dimulai dengan orang-orang terdekat, meski hanya untuk teman-teman kita sendiri bahkan meski hanya untuk hal yang ringan. Seimbangkanlah hidup dengan penamu! Warnailah dunia ini! Bangkitkan generasi melalui tulisanmu, maka ketahuilah bahwa sebuah perjalanan 1000 mil telah kau mulai.

Senin, 16 Maret 2009

Hujan Patah

Hujan patah menganga
Butirnya serbu riak
Menyentuh tanah
Membelai rumput
Mencipta aroma basah

Hujan patah sebab
Mentari merengut
Melahap habis senja
Meneriaki bulan agar menari di angkasa
Namun
Bulan takut basah
Mendekam di selimut hari
Membeku di patahan hujan

Kamis, 12 Maret 2009

KAYA MISKIN SAMA?

Mereka berteriak negara
Pailit jelang miskin
Tak ada kaya-miskin
Semua sama

Mereka menjerit histeris
Gasoline harus ganti Elfiji
Orasi kencang harus prihatin
Kompor gas disulap mesin
Kaya-miskin wajib beli

Mereka bilang, kita semua miskin
Namun ribuan roda dua dan empat dipasok
Kencang measuk negara pailit
Drastic tinggi
Lalu siapa yang miskin?

Mereka bilang kaya-miskin sama
Namun makin banyak
Yang berlari di trotoar
Menagih penyumpal lapar
Menggelepar di emperan toko
Benarkahkah kaya-miskin sama?

Mereka bergumam
Akan banyak tikus buncit perutnya
Mencoba berdasi
Dan kaya total
Akan banyak curut tak berperut
Menggunting goni
Total melarat
Bah!
Mereka berdesis sinis
Kaya total
Miskin total
Jalan tengah, jalan satu-satunya
(Beteen 291206)

Selasa, 10 Maret 2009

Ada Apa Dibalik Sepatu Cinderella?


Kalian pasti tahu kan dengan dongeng Cinderella? Yups, pasti kalian jawab: Iya doooong! Cinderella adalah si Ella yang selalu berkutat dengan abu (baca: cinder), tapi disini saya bukan ingin bercerita tentang Cinderella yang beruntung itu. Melainkan tentang sepatu kacanya yang tidak berubah setelah lonceng tengah malam berdentang. Suatu hari saya sengaja sms ke puluhan sahabat dan teman saya di tanah air (ciyee, gaya loe…huek!), banyak yang tidak bisa menjawab, tapi yang menjawab juga tak kalah banyaknya J

Ada yang bilang, “karena sepatu kacanya hilang satu, jadi zona sihir si Peri ga nyampe ke sepatu yang hilang itu, makanya ga bisa berubah”. Ada yang gokil menjawab, “karena sepatunya dah jadi mualaf jadi ga mempan sihir”. Ada yang asal menjawab, “mungkin sepatu kaca emang punya kekuatan magic yang luar biasa banget, atau bisa juga karena yang pake sepatu tuh Cinderella, coba kalau yang lain?” Ada juga yang sok serius, “kisah tuh tergantung pada darimana kita melihatnya, karena takdir mungkin. Karena kalau sepatu kacanya berubah jadi sandal jepit, semua orang bisa pake kan? Ga perlu ada sayembara segala.” Ada juga yang sangat serius sekaleee dan puaaanjang banget menjawab, “Karena Cuma sepatu kaca itu benda asli pemberian Si Peri, jadi meski dah lewat tengah malam, ga ngaruh. Sedangkan yang lainnya adalah manipulasi sihir. Kehadiran cinta harusnya bisa membuat kita lebih menjadi diri kita sendiri. Karena ada tuh istilah Cinderella Sydrom (CS) yang mendoktrin setiap wanita bahwa akan ada seorang pangeran yang akan melengkapi dirinya-hingga akhirnya lupa bahwa dia sudah lengkap dengan atau tanpa pangeran itu. Wanita itu istimewa jadi ga selayaknya dia melemahkan dirinya dengan angan-angan CS.” Lho? Lho? kok jadi ngomongin cinta ya?? kenapa sinis kedengarannya? Ternyata usut punya usut, ia pernah dibuat sakit hati oleh pangerannya.

Lepas dari semua jawaban diatas, saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya, bahwa sepatu kaca hanyalah perantara antara si Cinderella dengan si Prince Charming. Dengan kata lain, akan ada perantara –baik orang maupun benda ataupun sesuatu hal- yang akan menghubungkan kita dengan pasangan hidup kita kelak. Dan kita tak pernah tahu ataupun menyadari keberadaan perantara tersebut, sampai ketika kita bertemu dengan pasangan hidup kita. Barulah saat itu kita akan bergumam, “Ternyata kamu yang …” atau “Karena kamu aku bisa ketemu dia…” atau “kita ketemu, gara-gara ….” Dan gumaman sejenis lainnya. So, tenang aja deh kalau kita belum menemukan pasangan hidup kita. Kita nikmati masa penantian itu dengan kegiatan yang bermanfaat dengan kata lain enjoy our life, fren!!!

Minggu, 08 Maret 2009

Bola-bola Mie




Bahan:

Supermi rasa Bakso 1 Bungkus (diremas kecil-kecil)
Wortel 3 buah (diiris tipis kecil dan memanjang)
Seledri & daun bawang secukupnya (diiris kecil-kecil)
Penyedap Rasa
Terigu ¼ kg
Minyak Makan secukupnya

Cara Membuat:

1. Masak 2-3 gelas air mentah sampai mendidih. Lalu masukan supermi yang. Aduk, lalu masukkan wortel. Masak hingga matang.
2. Masukkan semua bumbu yang ada dalam bungkus supermi, aduk hingga rata
3. Masukkan penyedap rasa secukupnya dan daun bawang serta seledri, aduk rata.
4. Masih di atas api, masukkan terigu dan aduk hingga rata. Lalu angkat adonan.
5. Panaskan minyak makan
6. Bentuk bola-bola sedang dengan mengunakkan sendok, kemudian goreng kedalam minyak panas (seperti menggoreng bakwan)
7. Angkat jika sudah matang.
8. Nikmati rasa Bola-bola supermi yang renyah
9. Akan lebih nikmat jika di makan bersama kuah cuka.

Note: Anda boleh mencoba rasa supermi yang berbeda. Saya bahkan
menggunakan mie selain supermi, misalnya Mie sedap kari, soto,
dsb.

Minggu, 01 Maret 2009

DERITA TKW, DERITA INDONESIA


Judul : Luka di Champs Elysees

Pengarang : Rosita Sihombing

Penerbit : Lingkar Pena Publishing House

Terbit : Agustus 2008

Tebal : 188 Halaman


”.... aku sedikit mengerti mengapa kebanyakan para majikan Arab tak pernah jera menzalimi para TKI. Kemungkinan besar karena para TKInya sendiri, seperti diriku, tidak pernah protes atau membangkang.” (hal 31)

Kalimat diatas adalah pikiran sadar tokoh yang bernama Karimah, setelah ia pun mengalami tindak kekerasan seperti para Tenaga Kerja Wanita (TKW) umumnya. Novel ini berkisah tentang lika-liku TKW di luar negeri. Karimah, awalnya adalah TKW yang bekerja di Riyadh, yang kemudian melarikan diri di Perancis ketika ikut majikannya berlibur. Karimah melarikan diri karena tidak tahan dengan perlakuan majikan perempuannya – Madame Haifa. Ia nekad kabur di Perancis, tempat yang tidak ia kenal sama sekali bahkan bahasa Perancis pun ia tak bisa. Welcome to the Jungle, adalah ungkapan yang tepat untuk pelarian Karimah.

Memukau, itu kesan pertama bila kita melihat sampulnya. Selain itu, isinya juga khas. Mengangkat kisah para TKW kita. Bagaimana cara mereka bertahan hidup sebagai imigran gelap, keputusan – keputusan yang naif, norma-norma agama yang terkikis, bahkan mimpi-mimpi sederhana mereka di negeri orang.

Sebagaimana kita ketahui, pemberitaan tentang kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikan, pelecehan seksual, bahkan sampai berujung kematian yang dialami oleh TKW telah banyak menghias media massa di negara kita. Namun yang berhasil menuangkannya ke dalam jalinan kata berbentuk novel, barulah kali ini. Maka layaklah jika novel ini disebut sebagai novel pertama yang mencetuskan kisah tentang nasib TKW Indonesia di luar negeri.

Novel ini diceritakan dengan bahasa yang sederhana, pendapat dan pikiran yang sederhana, bahkan alurnya pun dibuat sederhana, sesederhana pemikiran para TKW umumnya. Saya pikir jika novel ini diceritakan menggunakan bahasa sastra yang njelimet, maka cerita khas TKW pun tak kan terasa nuansa pemikiran tradisionalnya.

Saya salut pada pengarang, yang walaupun menetap di Perancis, tetap memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi pada negara Indonesia khususnya kampung halamannya, Lampung. Bisa dilihat dari penetapan tokoh utamanya yang berasal dari Lampung, tepatnya daerah Pasar Tugu Bandar lampung. Jarang sekali ada penulis yang ingin mencantumkan tempat yang belum terkenal dalam novelnya – umumnya tempat-tempat yang sering di gunakan adalah tempat-tempat di Pulau Jawa- mungkin khawatir tidak dikenal masyarakat luas, yang pada akhirnya akan berimbas pada penjualan novelnya. Namun inilah kelebihan pengarang ’Luka di Champs Elysees’ ia berani menampilkan latar yang benar-benar baru sebagai tempat asal mula tokoh utamanya.

Barangkali jika ingin menelisik kekurangannya, saya pikir terletak pada teknik penggarapannya. Belum lincah dan agak kaku. Bagaimanapun juga karya fiksi berbeda dengan buku nonfiksi. Setiap peristiwa dan tokoh yang ada di dalamnya tentu punya peran dan fungsi masing-masing, tak sekedar numpang lewat. Pengarang dalam hal ini bertindak sebagai Tuhan atas karyanya, punya kekuasaan untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi terhadap setting, peristiwa, tokoh, tema, alur, dsb.

Karakter tokoh dalam novel ini belum digambarkan dengan detail dan konkret, hanya berupa paragraf talk, sehingga terkesan hitam – putih saja. Madame Haifa, tidak digambarkan sebagai tokoh antagonis secara utuh, Hamed yang menjadi pasangan kumpul kebo Karimah tidak digambarkan secara detail emosi, pikiran dan perasaannya, Enah, Icha, bahkan Imel hanya di jadikan tokoh pelengkap yang hanya sedikit saja mewarnai cerita, apalagi Pardi dan Tari –suami dan anak Karimah di Lampung – hanya sekilas saja digambarkan dengan dialog di akhir cerita. Emosi para tokoh tersebut tidak digambarkan dengan detail sehingga tokoh-tokoh yang ada di dalam novel ini belumlah menjadi tokoh yang punya kepentingan dan kehidupan personal. Masih banyak ruang-ruang kosong dalam cerita, seperti ada yang putus atau sengaja dihilangkan sehingga menyebabkan jalinan cerita kurang utuh. Pada bagian tertentu, pengarang seolah hanya memberi laporan kepada pembaca. Hal inilah, yang saya pikir menjadikan ceritanya agak kurang ’greget’. Sepertinya pengarang ingin menghindari konflik yang berpanjang-panjang dalam ceritanya. Padahal jika novel ini digarap penuh dengan sentuhan rasa dan emosi, maka cerita mengenai TKW yang sudah diberitakan di media massa akan benar-benar terasa mengharu biru, menggiris hati, dan pembaca akan dibuat menangis pilu. Namun, bukan berarti novel ini tidak memiliki emosi lho, ada, tapi kurang digarap dengan tajam.

Selain itu ada juga ketidak konsistenan pengarang, seperti terlalu asyik bercerita tentang perancis sampai ke detail-detailnya, penggunaan kata ’ibu’ dan ’mama’ di bab terakhirnya, dan lainnya. Hal ini menyatakan bahwa pengarang tidak benar-benar rela melepas tokohnya sebagai Karimah utuh, dengan kata lain pengarang ikut menjadi tokoh Karimah.

Namun sekali lagi, lepas dari itu semua, novel ini sangat bagus dan asyik untuk di baca, orisinil, dan tak mengikuti tema novel kebanyakan yang biasa bercerita tentang cinta yang klise. Keseriusan pengarang dengan riset dan referensinya tentang TKW di negara Perancis memberi nilai plus untuk cerita ini. Pembaca tak hanya di bawa mengetahui tingkah pola dan lika – liku kehidupan para TKW di Perancis, tapi juga mengarungi eksotisme kota Paris –kota yang menjadi impian kebanyakan manusia untuk di jelajahi. Novel ini sangat cocok dibaca oleh generasi muda kita agar bisa mengambil pelajaran, juga para perempuan-perempuan Indonesia yang ingin bekerja atau dipekerjakan sebgai TKW di luar negeri. Bahwa kehidupan disana tidaklah seindah di negeri sendiri. Juga bagi keluarga dan pemerintah kita yang gandrung mengekspor TKI, mungkin harus berpikir ulang mengenai kemungkinan-kemungkinan buruknya. ”Hujan emas di negeri orang, masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri” benar lho pepatah ini.